• Blockquote

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

Asuhan Keperawatan Keluarga

Pengertian :
Rangkaian kegiatan yg diberikan mll Praktek Keperawatan Kelg u/ mbantu menyelesaikan masl. Kesh Kelg dg menggunakan proses keperawatan.
TUJUAN
Tujuan Umum : Ditingkatkanya kemampuan kelg dlm mengatasi masl kesehatannya scr mandiri
Tujuan khusus : ditingkatkannya kemampuan kelg dalam :
1. Mengenal masalah keseh keluarga
2. Memutuskan tindakan yg tepat u/ mengatasi masl keseh kelg.

3. Melakukan tindakan keperw keseh kelg kepada anggota kelg yg sakit, mempunyai g3 fungsi tubuh dan atau yg membutuhkan pertolongan.
4. Memelihara lingkungan ( fisik, psikis, sosial ) sehingga dapat menunjang peningkatan keseh kelg
5. Memanfaatkan sumber daya yg ada di masyarakat misalnya : puskesmas, Pustu, askin dan posyandu u/ memperoleh yankes.


SASARAN
Keluarga – keluarga yg Rawan Kesehatan yaitu :
Keluarga yg mempunyai masalah kesehatan atau yg beresiko terhadap timbulnya masalah kesehatan
PROSES KEPERAWATAN KELUARGA
TAHAPAN NYA MELIPUTI :
Pengkajian kelg dan Individu di dalam keluarga.
Yang termasuk pengkajian keluarga :
a. Mengidentifikasi data demografi dan
sosio kultur
b. data lingkungan
c. Struktur dan fungsi keluarga

d. Stres dan strategi koping yg digunakan keluarga
e. Perkembangan keluarga
Yang termasuk pengkajian individu adl:
a. Fisik b. mental
c. Emosi d. Sossial
e. Spiritual
Perumusan diagnosa keperw Kelg
Penyusunan rencana
Pelaksanaan Askep
Evalusi
PENGKAJIAN KELUARGA
Data umum dg mengidentifikasi data demografi dan sosio kultur meliputi :


* Nama kepala keluarga
* Alamat dan No telpon
* Pekerjaan KK
* Pendidikan KK

Komposisi Keluarga
Status imunisasi dan KB
Genogram dibuat 3 generasi
Tipe Keluarga
Suku bangsa
Agama
Status sosial ekonomi keluarga
Aktifitas rekreasi keluarga
Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan kelg saat ini
GENOGRAM


LK PR Identi klien mninggal menikah pisah




Cerai anak angkat

Tugas perkembangan keluarga yg belum terpenuhi
Riwayat keluarga inti
Riw Keseh masing2 angg kelg,
Kel- Utama angg kelg  merupk Masalah/problem pd DX Kep kelg
Riwayat kes keluarga sebelumnya.
Riw dari kelg masing2, baik dari suami atau istri



Data Lingkungan
Karakteristik rumah
Karakteristik tetangga dan komunitas
Mobilitas geografis keluarga
Perkumpulan kelg dan interaksi dg masyarakat.

Sistem pendukung keluarga
Struktur keluarga
Pola komunikasi keluarga
Struktur kekuatan keluarga
Struktur peran
Nilai dan norma keluarga
Fungsi keluarga
Fungsi afektif
Fungsi sosialisasi
Fungsi reproduksi

Fungsi perawatan kesehatan ( tugas kelg)
Ditanyakan masing2 yaitu :
1. Fungsi mengenal masalah keseh
2. Fungsi mengambil keputusan
3. Fungsi merawat angg kelg
4. Fungsi memelihara lingk
5. Fungsi memanfaatkan yankes
Data diatas sebagai Etiologi pada DX kep Kelg




Fungsi ekonomi
Stress dan strategi koping
Stressor jangka pendek dan jangka panjang
Kemampuan kelg berespon terhadap situasi/sterssor
Stategi koping yg digunakan
Stategi adaptasi disfungsional

PENGKAJIAN INDIVIDU SBG ANGGOTA KELG
Pemeriksaan fisik setiap anggota kelg : fisik, mental, emosi, sosial dan spiritual
HARAPAN KELUARGA

B. DX KEPERW KELUARGA
1. Aktual (G3 kesehatan)
Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan gejala dari gangguan kesehatan.
Contoh :

P : Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan pada balita ( anak M), keluarga bapak T
E : berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota kelg dg G3 mobilisasi
2. Resiko (ancaman)
Sudah ada data yg menunjang namun belum terjadi gangguan.
Contoh :
P : Resiko terjadi konflik pada kelg Bpk I
E : berhubungan dg ketidakmampuan keluarga mengenal masalah komunikasi

P : Resiko gangguan pergerakan pada lansia (ibu G) kelg bapak J
E : berhubungan dengan ketidakmampuan kelg merawat anggota kelg dg keterbatasan gerak
3. Potensial (keadaan sejahtera/wellness)
Suatu keadaan dimana kelg dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan kelg dapat ditingkatkan

Contoh :
P : Potensial terjadi peningkatan keejahteraan pada ibu hamil (ibu N) keluarga bapak F
P : Potensial peningkatan status kesehatan pada bayi kelg bapak X

SKALA MENENTUKAN PRIORITAS ASKEP KELUARAGA (BAILON&MAGLAYA, 1978)



Faktor yg mempengaruhi penentuan prioritas :
Kriteria I : sifat masalah, bobot yg lebih berat, tidak/kurang sehat :
Memerlukan tindakan segera
Disadari dan dirasakan o/ keluarga
Kriteria II : kemungkianan masalah dapat diubah, perhatikan terjangkaunya faktor2 sebagai berikut :

Pengetahuan yg ada sekarang, Tehnologi dan tindakan u/ menangani masalah
Sumberdaya kelg : dalam bentuk fisik, keuangan dan tenaga
Sumber daya perawat : dalam bentuk pengetahuan, ketrampilan dan waktu
Sumber daya masyarakat : dalam bentuk fasilitas , organisasi dlm masyarakat dan sokongan masyarakat

Kriteria III : potensial masalah dapat dicegah, faktor2 yg perlu diperhatikan :
Kepelikan dari masalah yg berhubungan dg penyakit atau masalah
Lamanya masalah, yg berhubungan dg jangka waktu masalah itu ada
Tindakan yg sedang dijalankan adalah tindakan2 yg tepat dlm memperbaiki masalah

Adanya kelompok” High risk” atau kelp yg sangat peka menambah potensi u/ mencegah masalah
Kriteria IV : menonjolnya masalah, perawat perlu menilai persepsi atau bagaimana kelg melihat masalah kesehatan tersebut .
Nilai skor yg tertinggi yg terlebih dahulu dilakukan intervensi keperawatan kelg

TAHAPAN TINDAKAN KEP KELUARGA
Menstimulasi kesadaran/penerimaan kelg mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dg cara :
Memberikan informasi
Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan ttg kesehatan
Mendorong sikap emosi yg sehat terhadap masalah

2. Menstimulasi kelg u/ memutuskan cara perawatan yg tepat dg cara :
Mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan
Mengidentifikasi sumber2 yg dimiliki kelg
Mendiskusikan ttg konsekwensi tiap tindakan
3. Memberikan kepercayaan diri dlm merawat anggota kelg yg sakit, dg cara :

Mendemonstrasikan cara perawatan
Menggunakan alat dan fasilitas yg ada di rumah
Mengawasi kelg melakukan perawatan
4. Membantu kelg u/ menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat, dg cara :
* Menemukan sumber2 yg dapat digunakan kelg

Melakukan perubahan lingkungan kelg seoptimal mungkin
5. Memotivasi kelg u/ memanfaatkan fasilitas kesehatan yg ada, dg cara :
Mengenalkan fasilitas kesehatan yg ada di lingkungan kelg
Membantu kelg menggunakan fasilitas kesehatan yg ada

EVALUASI
Evaluasi disusun dg menggunakan SOAP secara operasional
S : adalah hal2 yg dikemukakan o. kjelg secar subyektif setelah dilakukan intervensi keperawatan
O : adalah hal2 yg ditemui oleh perawat secara obyektif setelah dilakukan intervensi keperawatan

A: adalah analisa dari hail yg telah dicapai dg mengacu pada tujuan yg terkait dg diagnosis

P : adalah perencanaan yg akan datang setelah melihat respon dari kelg pada tahapan evaluasi

ANATOMI SISTEM ENDOKRIN

Definisi
Kelenjar
Organ yg berfungsi menghasilkan substansi biologis bisa melalui saluran atau langsung ke darah
Hormon
Pembawa pesan kimiawi & mempengaruhi kerja organ tubuh
Kelenjar endokrin
Kelenjar yg mensekresi produknya langasung kedalam darah


hipotalamus-hipofise
Hipotalamus : daerah kecil di bawah ventrikel ketiga, di belakang kiasma optikum
Ada serat saraf yg menuju hipofise
Hipofise terletak di sella tursika, lekukan os spenoidalis basis cranii, berbentuk oval dgn diameter ± 1 cm
Hipofise mempunyai peranan penting dlm sekresi hormon dr semua organ2 endokrin
Hipofise tdr dr 2 lobus :
Hipofise Anterior (adenohipofise)  bagian terbesar hipofise kira2 2/3 bagian dr hipofise
Posterior (neurohipofise)  1/3 bagian hipofise, terdiri dr jaringan saraf
HIPOFISE ANTERIOR
Growth hormone
TSH/Thyroid Stimulating Hormone/Tirotropin
Adenocorticotropic hormone (ACTH)
Gonadotropic hormone
Prolaktin
MSH (melanosit stimulating hormone)
GROWTH HORMONE Hormon pertumbuhan = somatotropin
Dilepaskan akibat rangsangan GHF (Growth hormone releasing factor) dr hipotalamus
Menyebabkan pertumbuhan seluruh jaringan tubuh, menambah jumlah & ukuran sel
Fungsi lain :
Meningkatkan kecepatan sintesis protein
Meningkatkan metabolisme lemak
Menurunkan kecepatan pemakaian glukosa
Gangguan sekresi GH
Defisiensi GH
Dwarfisme : kekurangan pd masa pubertas, pertumbuhan tidak sesuai usia
Hipersekresi GH
Prapubertas
Gigantisme : pertumbuhan memanjang berlebihan
Dewasa
Akromegali



TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

Dikeluarkan akibat rangsangan TRH (Thyrotropin Releasing Factor) dr hipofise
Merangsang kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin & tri-iodotironin
Abnormalitas fungsi tiroid : Hipotiroidisme (pada perkembangan janin dan neonatus akan menghambat pertumbuhan fisik dan mental, pd org dws proses berpikirnya lambat, letargi ), Hipertiroidisme ( goiter/kelenjar tiroid yg membesar)

Gambaran :
Ada 4
Diameter 3 mm
Terletak di belakang kelenjar tiroid, masing2 melekat pd bagian belakang kelnjar tiroid, Sepasang di atas sepasang di bawah
Terbenam dalam kapsul kelenjar tiroid

Memproduksi hormon paratiroid atau parathormon /PTH

Fungsi : menurunkan jumlah kalsium dalam darah melalui :
Mentransfer kalsium dlm tulang ke dalam plasma
Meningkatkan reabsorbsi kalsium oleh tubulus ginjal
Meningkatkan absorbsi kalsium dlm usus
4.Kelenjar adrenal
Terletak dikutub atas ginjal
Disebut juga kelenjar suprarenalis karena letaknya diatas ginjal, kadang disebut kelnjar anak ginjal karena menempel pd ginjal
Terdapat 2 kelenjar adrenal pd manusia & masing2 kelnjar tersebut melekat pd bagian atas ginjal kiri dan kanan


Korteks adrenal mensintesa 3 kelas hormon steroid yaitu :



Kelenjar Ovarika
terdapat pd wanita, terletak pd ovarium disamping kanan dan kiri uterus
Menghasilkan hormon estrogen dan progesteron yg mempunyai fungsi memberikan sifat kewanitaan, misalnya pinggul yg besar, bahu yg sempit dll

FISIOLOGI CARDIOVASCULAR

Dr. EDY HERMANTO

MATERI (smt II-A/ 3 x)
FUNGSI & MEKANISME KERJA JANTUNG :
Mekanisme jantung sbg pompa
Sistim konduksi listrik jantung
Mekanisme kontraksi otot jantung
MEKANISME REGULASI & SIRKULASI DARAH
Pembuluh darah arteri, vena & sistim kapiler
Tekanan darah & mekanisme regulasi tekanan darah
GANGGUAN FUNGSI JANTUNG & SIRKULASI DARAH
Gangguan fungsi jantung
Gangguan sirkulasi darah
FUNGSI & MEKANISME KERJA JANTUNG
Dr. EDY HERMANTO
MEKANISME JANTUNG SEBAGAI POMPA
Jantung memiliki 2 atrium & 2 ventrikel
Ant. Vent. Ki & Atrium Ki terdapat katup tricuspidalis
Ant. Vent. Ka & Atrium Ka terdapat katup bicuspidalis (mitralis)
Ant. Vent. Ki & A. Pulmonalis serta vent. Ka & Aorta terdapat katup Semilunaris
Tenaga utama pompa jantung berasal dari ventrikel
Vena besar yang bermuara di jantung tdk dibatasi oleh katup
Dinding jantung mendapatkan darah dari A. Coroner Ki. & Ka.
Otot jantung sama dengan otot skelet (rangka/lurik) , memiliki filamen actin & myosin, sehingga kontraksinya berlangsung karena pergeseran kedua filamen ini

FISIOLOGI OTOT JANTUNG
Jantung dibentuk oleh 3 jenis otot :
Otot atrium
Otot ventrikel
Serabut otot perangsang & penghantar khusus
Beda Otot skelet dg Otot jantung adalah didapatkannya :
fungsional synsitium yg terletak diantara serabut otot jantung, sehingga jika salah satu bagiannya dirangsang, keadaan terangsang ini akan dihantarkan ke seluruh otot jantung.
Jantung td 2 fungsional synsytium :
Synsitium atrium
synsytium ventrikel
* Aliran rangsang dari atrium ke ventrikel mll jaringan khusus penghantar rangsang yg disb : berkas A-V

FUNGSI KATUP
Katup AV lebih tipis dibanding Katup semilunaris
Katup AV mencegah aliran balik dari ventrikel ke atrium selama sistolik :
secara pasif, mengikuit selisih tekanan dr vent. & atrium
M. papilaris melekat pd katup AV mll chorda tendinae , fungsi: menarik katup ke arah ventrikel, jika penutupan ke atrium terlalu jauh ke dalam atrium, selama kontraksi ventrikel
Katup semilunaris (Aorta & Pulmonal):
Mencegah aliran balik dr aorta & A. pulmonalis ke ventrikel
Penutupan lebih kuat, shg bunyi lebih kuat dibanding katup AV

ELEKTROFISIOLOGI OTOT SKELET
Potensial membran otot dibentuk oleh :
1. Jar. Otot yg memiliki pompa Na & K
Na dipompa ke luar sel, K kedalam sel
Na & K bergerak Dari tempat dg konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah
2. Permeabilitas ion K 50-100 x > dp ion Na
3. Anion dalam sel bersifat impermiabel
Rangkaian proses kontraksi :
Pot. Membran istirahat = - 85 mv
Setiap rangsang thd pot. Membrane akan terjadi rangkaian perubahan mulai depolarisasi -- repolarisasi --- istirahat, yang disebut Action Potential

ELEKTROFISIOLOGI OTOT JANTUNG
Proses depolarisasi – repolarisasi dari otot jantung :
Kontraksi otot jantung dimulai oleh rangsang dr jar. Khusus (Cardiac coduction system) yang mengandung fungtional syncytium
Cardiac conduction system meliputi :
SA node
AV Node
Internodal atrial pathways
Bundle of HIS (Bag. AV node yg menjembatani Atrial & ventrikular syncytium)
Bundle of HIS berlanjut menjadi Purkinya fibers
Kontraksi berupa depolarisasi – repolarisasi
Depolarisasinya berlangsung cepat (spt otot skelet), & Repolarisasinya berlangsung lambat





SIFAT JANTUNG
1.RHYTMICITY : kesanggupan jantung untuk secara otomatis & periodik merangsang dirinya sendiri. Ini disebut pula sifat CHRONOTROPIC, yang berarti sifat yang menentukan waktu atau kecepatan denyut jantung
2.CONDUCTIVITY adalah kesanggupan jantung menghantarkan rangsang baik melalui jaringan khusus penghantar rangsang maupun melalui myocard. Sifat ini disebut pula sifat DROMOTROPIC dari jantung
3. EXCITABILITY adalah kemampuan jantung utk dirangsang oleh:
- Otot jantung sendiri
Melalui syaraf jantung
Penyebab lain seperti tindakan mekanis, rangsang listrik dll
Sifat ini disebut BATHMOTROPIC jantung.
4. CONTRACTILITY adalah sifat jantung yang berhubungan dengan daya kontraksinya. Disebut pula INOTROPIC.


Systim konduksi
SYSTEM KONDUKSI
KONTRAKSI JANTUNG
Siklus jantung td periode relaksasi yg disb : DIASTOLIK
& periode kontraksi yg disb : SISTOLIK
Darah dr V. cava mengalir ke dalam atrium, 70 % langsung mengalir dr atrium ke ventrikel (tanpa kontraksi atrium)
Kontraksi atrium menyebabkan pengisian ventrikel tambah 30 %
Selama sistolik, sejumlah besar drh tertimbun di atrium, krn katup A-V tertutup
VOLUME VENTRIKEL
- Selama diastolik : pengisian tiap ventrikel adl 120 – 130 ml,
disb : End Diastolik Volume
- Selama sistolik, vol. ventrikel menjadi berkurang smp 70 ml, disebut Stroke volume
- Volume sisa dari tiap ventrikel pada akhir sistolik # 50-60 ml,
disb : Volume akhir sistolik

SIKLUS JANTUNG
Tiap siklus memiliki respon :
Listrik
Mekanik
Rangsang gel. Listrik :
mll SA Node disebut Depolarisasi
Diikuti pemulihan listrik disebut repolarisasi
Respon Mekanik
Kontraksi otot Ventrikel Sistolik
Relaksasi otot Ventrikel Diastolik
5 FASE SIKLUS JANTUNG
MID DIASTOLE :
Atrium & Ventrikel istirahat
Darah dr atrium & Vent. Mengalir pasif via katub AV

DIASTOLE LANJUT
Gel. Depolarisasi nyebar atrium
Atrium kontraksi
20 % - 30 % isi ventrikel bertambah
III . SISTOLE AWAL
IV. SISTOLE LANJUT
V. DIASTOLE AWAL
CURAH JANTUNG/ CARDIAC OUT PUT * Vol. Drh yg dipompa tiap ventrikel per menit * Berubah-ubah sesuai kebutuhan jar. Perifer thd oksigen & nutrisi
CURAH SEKUNCUP / STROKE VOLUME
Vol. Drh yang dikeluarkan ventrikel dlm satu kali pompa
COP = HR x SV

MEKANISME REGULASI & SIRKULASI DARAH
Pembuluh darah arteri, vena & sistim kapiler
Tekanan darah & mekanisme regulasi tekanan darah
SYSTEM VASCULAR
Scr anatomis td 3 bag :
Distributing system yg td arteries & arteriole, dg fungsi :
Transport / penyalur drh ke semua organ
Mengatur alirannya ke bag. yg membutuhkan
Menjalarkan tekanan pulsasi dr jantung ke arteri & arteriole
Diffusing system, yg td pembuluh darah kapiler :
Dg dinding yg khas, mengakibatkan terjadinya proses difusi , ex : O2, nutrient dll
Bersama arteriole & venule berfungsi memelihara tahanan / resistance vascular
Collecting system, berfungsi mengumpulkan darah dari kapiler, pembuluh lymphe dg tujuan mengalirkan darah kembali ke jantung

ARTERI
Anatomi :
dinding tebal
Memiliki jar. Elastis , shg tekanan relatif tetap
Darah dari jantung memasuki arteri scr terputus-putus, shg menimbulkan pressure pulses (tek. Nadi)
Faktor yang mempengaruhi tek. Nadi :
Jml stroke volume jantung :
@ Kenaikan frekw. Jantung
@ Penurunan TPR : aliran drh arteri ke vena mjd
cepat
Compliance / total distensibility arteri
Sifat ejeksi darah selama systole

DISTRIBUSI DARAH DALAM TUBUH
7 % dalam jantung
9 % dalam pembuluh paru
# 84 % dr vol. Darah beredar dalam sirkulasi sistemik :
64 % dalam vena
15 % dalam arteri
5 % dalam kapiler
LUAS PENAMPANG LINTANG TOTAL (dlm Cm2):
Aorta : 2,5
Arteri kecil : 20
Arteriole : 40
Kapiler : 2500
Venule : 250
Vena kecil : 80
Vena Cava : 8





ARTERIOLE & KAPILER
Mengatur aliran darah dihampir seluruh jaringan
Proses pertukaran zat antara darah & cairan jaringan
# 10 bilion kapiler
Dinding kapiler sangat permiabel terhadap semua zat yg terlarut dlm plasma & cairan jaringan, kecuali Impermiabel terhadap plasma protein, yg menimbulkan tek. Osmotik koloid
Cairan melewati membran kaplir ,krn ada perbedaan tekanan :
Perbedaan tek. Hydrostatik ant. Kedua fihak membran kapiler
Perbedaan tek. Osmotik koloid ant. Kedua fihak membran kapiler

VENA
Darah dari semua vena masuk atrium kanan, shg tekanan dlm atirum kanan disb central venous pressure
Central venous pressure diatur oleh :
Kemampuan jtg memompa darah dr atrium
Kecenderungan drh dari perifer ke atrium kanan , ex : Penambahan Vol. Drh ; Penambahan tonus vena; Dilatasi pembuluh systemik yg kecil ( resistance menurun )
Fungsi vena :
Sbg pompa (>> vena kaki saat kaki digerakkan)
Sbg reservoir darah
Cara mengukur tekanan vena
- Perhatikan distensi vena jugularis


TEKANAN DARAH & MEKANISME PENGATURAN TEKANAN DARAH
Tekanan Darah perlu utk daya dorong kedalam arteri, arteriole, capiler & sistim vena, shg terbentuk aliran darah
Tek. drh sistole normal ant. 90 – 140 mmHg, & diastole ant. 60- 90 mmHg
Selisih ant. Tek. Systole & diastole disb Pulse pressure
Tek. Darah rata-rata disebut Mean arterial Pressure (MAP)



MAP merupakan hasil perkalian COP & TPR

PENGENDALIAN TEKANAN DARAH
SISTEM SARAF :
di batang otak : Vasomotor center
Diluar CNS : Chemoreceptor & Baro receptor
SISTEM HUMORAL / KIMIA
- Vasopressin, Angiotensin, Epinephrin, Acetylcholin, Cerotonin dll
SISTEM HAEMODINAMIC
Volume darah
Susunan kapiler
Perubahan tekanan osmotik & hidrostatik

VASOMOTOR CENTER (VMC)
Vasoconstriksi di medula oblongata Proximal serta Vasodilatasi terletak di bag. Medial & distal dari medula oblongata
Berpengaruh pada myocardial contractility, End diastolic volume & cardiac Pace maker
VMC berhub. dg hypotalamus, shg emosi,hormonal, stress akan berpengaruh thd fungsi CVS
BARRORECEPTOR & CHEMORECEPTOR
Baroreceptor terdapat di percabangan A. carotis communis & Arcus aorta, chemoreceptor di sinus caroticus
Fungsi baroreceptor adl menekan aktivitas vasoconstrictor & Chemoreceptor adl meningkatkan aktivitas vasoconstriktor
Baroreceptor terangsang bila terjadi kenaikan tek. Darah, chemoreceptor terangsang bila terdapat perubahan kimia darah
Penting utk pengendalian tek. Darah scr mendadak

SISTIM HUMORAL / KIMIA
Sistim ini menjamin sirkulasi umum agar terdapat dalam batas-batas yg normal
Calcium : menyebabkan rangsang vasoconstriksi arteriole
K+ & Mg : Vasodilatasi arteriole
Bradikinin, histamin, serotonin : berkurangnya radius arteriole, shg TPR meningkat
Epinephrin, Angiotensin, Vasopresin Ca, K : berefk pada jantung / pembuluh darah
Peran renin angiotensin bersifat lambat, & menggantikan reflek syaraf yg gagal menjalankan fungsinya


SISTIM HEMODINAMIK
Hormon yg berperan mengatur vol. Darah :
Aldosteron : menghambat ekskresi Na. (sodium), shg nilai osmotik intravascular meningkat difusi cairan interstitial ke intravascular Vol. Drh meningkat
ADH (Anti Diuretic Hormon) :
@ reabsorbsi air shg menurunkan vol. Sekresi air mll
ginjal
@ Vasoconstriksi pemb. Drh
@ meningkatkan tahanan

Obat Untuk Gangguan Jantung

PENDAHULUAN
Tiga kelompok obat, glikosida jantung, antiangina, dan antiaritmia, akan dibahas dalam bab ini. Obat-obat dalam kelompok ini mengatur kontraksi jantung, frekuensi dan irama jantung, dan aliran darah kemiokardium (otot jantung).
klik ini dulu Blog dengan ID 111410 Tidak ada

GLIKOSIDA JANTUNG

Efek utama digoksin adalah untuk meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung. Akibatnya curah jantung meningkat, ukuran jantung mengecil, penurunan tekanan vena dan akhirnya meredanya edema.
Selain itu digoksin menurunkan frekuensi denyut jantung. Digoksin juga menurunkan konduksi melalui nodus AV, sehingga melindungi ventrikel terhadap takikardia atrial.
Farmakokinetik
Digoksin dan digitoksin berbeda dlm laju absorbsi, pengikatan pd prot. & paruhx. Ke2 obat ini pny wkt paruh yg panjang & akumulasi obat dpt terjd. Krn digitoksin pny wkt paruh yg > panjang, mk toksisitas dpt berlsg > lm stlh obat dihentikan dr pemakaian digoksin.
30 % dr digoksin dimetab o/ hati & 65% dieks o/ ginjal hampir tanpa perub, sedangkan digitoksin dimetab o/ hati & dieks o/ ginjal. G3 fs ginjal dpt m’pengaruhi metab digitoksin.
G3 fs tiroid dpt m’pengaruhi metab glikosida jntg. Bg klien dgn hipotiroidisme, dz digoksin/digitoksin hrs ditrnkan; pd hipertiroidisme dz mungkin perlu dinaikkan.
Farmakodinamik
Mula kerja & kerja puncak dr digoksin oral dan IV berbeda2. Kadar serum terapeutik u/ digoksin ad 0,5 – 2,0 ng/mL & u/ digitoksin ad 10 – 35 ng/mL. U/ mengobati PJK hrs dicapai kadar terapeutik serum yg > rendah, sedangkan u/ flutter atau fibrilasi atrial diperlukan kadar serum terapeutik yg > tinggi.
Dr ke2 obat ini, digoksin > sering dipakai. Obat ini dpt diberikan mlli oral atau IV.
Toksisitas digitalis
OD atau akumulasi digoksin dpt m’sebabkan toksisitas digitalis. Tanda2 & gejalax ad :
Anoreksia
Diare
Mual
Muntah
Bradikardia
Takikardia
dll


Interaksi Obat
Interaksi obat dgn preparat digitalis dpt m’sebabkan toksisitas digitalis. Banyak dr diuretik kuat spt furosemid (Lasix) & hidroklorotiazid (HidroDiuril) memperberat kehilangan K dr tbh. Hipokalemia yg timbul akan meningkatkan efek preparat digitalis, & terjdlah toksisitas digitalis. Preparat kortison yg dipakai scr sistemik akan menambah retensi Na & eks atau kehilangan Kalium & jg m’sebabkan timbulnya Hipokalemia.
Proses Keperawatan: Glikosida Jantung
Pengkajian
Tetapkan dulu fungsi dasar jantungnya, untuk dibandingkan dengan efek terapeutik&keracunan digoksin.
Denyut apek, nadi perifer, irama&frekuensi serta kualitas gelombang nadi, umur, BB&status elektrolit harus dicatat.
Jika diuretik dipakai bersama digoksin, pengetahuan tentang efek obat ini terhadap kadar kalium serum & kemungkinan keracunan digoksin pada hipokalemia, penting bagi perawat.
Keadaan lain yang dapat menyebabkan hipokalemia adalah gangguan gastrointestinal, stres & asupan makanan yang buruk.

Intervensi Keperawatan
Ketahui beda antara digoksin dan digitoksin.
Periksa adanya payah jntg.
Penyuluhan kpd klien
Beritahu klien ttg cr memeriksa denyut nadi.
Nasehatkan klien u/ mkn yg kaya akan kalium.
Jlskan pd klien ttg pentingnya kepatuhan thd terapi obat.
Digoksin diberi sesudah makan untuk mengurangi iritasi lambung.
Nasehatkan klien u/ tidak memakai obat2an bebas.



Evaluasi
Efek terapuetik digoksin akan tampak berupa perbaikan keadaan paru, edema perifer & kelelahan, peningkatan volume nadi & keluaran urine, dan tanda lain perbaikan curah jantung seperti awas mental & toleransi latihan.
Karena bendungan pembuluh darah gastrointestinal berkurang, maka nafsu makan bertambah&mual hilang.
Bila gagal jantung tidak dapat diatasi, perbaikan hanya terbatas & pemberian obat perlu berlanjut terus (menahun)
OBAT-OBAT ANTIANGINA
Ad : obat2an yg dipakai u/ mengobati angina pektoris dgn meningkatkan aliran drh baik dgn me+ suplai O2 atau dgn me-i kebutuhan miokardium.

Jenis Angina:
Klasik (stabil) yg terjd pd keadaan stres atau bekerja.
Tdk stabil (Pra-infark) yg sering kali terjd sepanjang hari dan semakin berat.
Varian (Prinz Metal) yg terjd sewkt istirahat.

Nitrat
Farmakokinetik
Gliseril trinitrat, sorbid nitrat. Gliseril trinitrat 600 mcg & isosorbid nitrat 5 mg paling sering dipakai untuk mengatasi serangan akut. Keduanya diberi secara sublingual dan bekerja dalam 2 mnt selama sekitar 20 mnt. Sekitar 40 – 50% dr nitrat yg diabsorbsi mlli saluran gastrointestinal akan diinaktivasi o/ metab hati. Nitrogliserin dlm salep NITRO-BID dan dlm Pacth Transderm Nitro akan diabsorbsi scr perlahan mlli kulit.
Farmakodinamik
Nitrat bekerja lsg pd otot polos pembuluh drh, m’sebabkan relaksasi dan dilatasi. Obat2 ini menurunkan preload jntg (jml drh dlm ventrikel pd akhir diastole), afterload (tahanan pembuluh drh perifer) dan mengurangi kebutuhan O2 miokardium. berakibat penurunan tahanan perifer dan penurunan aliran balik vena ke jantung. Jadi kebutuhan oksigen miokard menurun.

Efek samping dan reaksi yg merugikan dr Nitrat:
Sakit kepala
Hipotensi
Pusing
Lemah
Ingin pingsan
Penghambat Beta
Farmakokinetik
Scr oral, penghambat beta diabsorbsi dgn baik. Absorbsi kapsul sustained-release diabsorbsi scr lambat. Wkt paruh penghambat beta non selektif propanolol (Inderal) ad 3-6 jam. Dr gol penghambat beta selektif, atenolol (Tenormin) memiliki wkt paruh 6-9 jam & metoprolol (Lopresor) ad 3-7 jam. Propanolol & metoprolol dimetab & dikeluarkan o/ hati. 50% atenolol dieks tidak berubah o/ ginjal, & 50% dieks tanpa diabsorbsi o/ feses.

Farmakodinamik
Mula kerja dr propanolol ad 30 mnt & kerja puncakx dicapai dlm 1-1,5 jam & masa kerjax ad 4-12 jam. U/ mula kerja atenolol ad 60 mnt, puncak kerjax dicapai dlm 2-4 jam, & masa kerjax ad 24 jam; sedangkan u/ mula kerja metoprolol dicapai dlm 15 mnt & lama kerjax ad 6-12 jam.


Efek samping dan reaksi yg merugikan dr Penghambat Beta:
Penurunan denyut nadi
Penurunan tekanan drh
Bronkospasme
Respon tingkah laku
Impoten
Reflek takikardi
Reflek vasokontriksi
Penghambat Rantai Kalsium
Farmakokinetik
3 penghambat rantai kalsium, verapamil (Calan), nifedipine (Procardia0, dan diltiazem (Cardizem), telah dipakai dgn selektif dlm pengobatan angina jangka panjang. 80 – 90% dr penghambat rantai kalsium diabsorbsi mlli mukosa gastrointestinal. Tetapi metab first-pass o/ hati akan me-i tersediax obat bebas dlm sirkulasi & hny 20% dr verapamil, 45-65% diltiazem, dan 35-40% nifedipine yg bioavailable. Ke3 obat ini tinggi berikatan dengan prot (80-90%) dan wkt paruhx ad 2-6 jam.

Farmakodinamik
Bradikardia merup mslh yg sering terjd pd verapamil. Nifedipine paling kuat, me+ vasodilatasi koroner & PD perifer, dan dpt terjd hipotensi. Mula kerjax 10 mnt u/ verapamil dan 30 mnt u/ nifedipine & diltiazem. Lama kerjax ad 3-7 jam (PO) dan 6-8 jam u/ nifedipine & diltiazem.


Efek samping dan reaksi yg merugikan dr Penghambat Rantai Kalsium:
Sakit kepala
Hipotensi
Pusing
Perub fs hati dan ginjal

Proses Keperawatan: Obat2 ANTIANGINA
Pengkajian
Periksa TTV
Dapatkan riwayat medis dan pengobatan klien.

Perencanaan
Klien akan memakai obat2 antiangina sebagaimana diresepkan dan bebas dr angina

Intervensi
Pantau TTV
Oleskan salep Nitro-Bid dgn menggunakan penekan lidah atau sarung tangan
Minta klien u/ duduk atau berbaring sewkt memakai nitrat pertama kali
Tawarkan air sblm memberi nitrat
Laporkan jk angina menetap.

PENYULUHAN KPD KLIEN

Nitrat
Beritahu klien ttg cara pemakaian nitrogliserin sublilngual (SL).
Jelaskan pd klien u/ memakai tablet nitrogliserin SL jk timbul nyeri dada.
Berikan penjelasan pd klien cara menggunakan Transderm Nitro patch.
Nasehati klien bahwa seringkali akan timbul sakit kepala wkt mula2 memakai obat nitrogliserin dan biasax berls selama 30 mnt.
Nasehati klien ttg kemungkinan timbulx toleransi thd nitrogliserin.
Beritahu klien u/ menelan obat nitrat ½ jam sblm atau ssdh mkn.
Penghambat Beta dan Penghambat Rantai Kalsium
Beritahu klien u/ tdk menghentikan obat2 ini tanpa persetujuan dokter.
Nasehati klien u/ memanggil dokter jika pusing atau akan pingsan


Evaluasi
Tidak berhasilnya nitrat mengatasi nyeri dapat menunjukkan terjadi IM, dan harus ditindaklanjuti.
Pemantauan EKG selama nyeri dada dan setelah mereda mungkin bermanfaat untuk melihat nitrat.
ANTIDISRITMIA
Ad : obat2an yg dipakai u/ mengobati setiap penyimpangan frekuensi atau pola denyut jntg yang tdk normal.

Disritmia jntg sering kali diikuti o/ infak miokardium (serangan jntg), hipoksia, hiperkapsia (meningkatnya CO2 dlm drh), ke>an katekolamin atau ketdk seimbangan elektrolit.

Obat-obat antiaritmia dapat dibagi berdasarkan penggunaan kliniknya dalam obat-obat untuk aritmia supraventrikel (misal verapamil). Obat-obat untuk aritmia supraventrikel dan aritmia ventrikel (misal disopiramid), dan obat-obat untuk aritmia ventrikel (misal lidokain).


Farmakokinetik
Obat antidisritmia diabsorbsi dgn cepat pd mukosa gastrointestinal, kemudian dieks o/ ginjal tanpa mengalami perub.

Farmakodinamik
Menghambat perangsangan adrenergik dr jntg
menekan eksitabilitas dan kontraktilitas dr miokardium
Menurunkan kec hantaran pd jar jntg
Meningkatkan masa pemulihan (repolarisasi) dr miokardium
Menekan otomatisitas (depolarisasi spontan u/ memulai denyutan)

Efek samping dan reaksi yg merugikan dr Penghambat Rantai Kalsium:
Mual
Muntah
Diare
Kekacauan mental
Hipotensi
Bradikardia
Proses Keperawatan: ANTIDISRITMIA
Pengkajian
Periksa TTV dan EKG
Dapatkan riwayat medis dan pengobatan klien.
Periksa kadar terapeutik obat di dlm serum.

Perencanaan
Denyut jntg klien akan kembali pd irama sinus N.
Klien mengikuti pemakaian obat dgn teratur.

Intervensi
Pantau TTV dan EKG
Bila pemberian obat scr IV atau bolus, hrs diberikan dlm periode 2-3 mnt atau sesuai resep dokter.

PENYULUHAN KPD KLIEN

Beritahu klien u/ melaporkan efek samping reaksi yg merugikan kpd perawat/dokter.
Beritahu klien u/ minum obat sesuai anjuran dokter.
Nasehati klien u/ tdk minum minuman alkohol atau kafein dan tdk merokok.
Berikan instruksi spesifik u/ masing2 obat.

Evaluasi
Efektifitas antidisritmia yg diresepkan dgn membandingkan denyut jntg dasar dan nilai respon klien thd obat.
Laporkan efek samping dan reaksi yg merugikan.
Obat Antihipertensi
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah arteri melebihi normal dan kenaikan ini bertahan. Menurut WHO, tidak tergantung pada usia. Hipertensi mungkin dapat diturunkan dengan terapi tanpa obat (non-farmakoterapi) tau terapi dengan obat (farmakoterapi). Semua pasien, tanpa memperhatikan apakah terapi dengan oabt dibutuhkan, sebaiknya dipertimbangkan untuk terapi tanpa obat. Caranya dengan mengendalikan bobot badan, pembatasan masukan sodium, lemak jenuh, dan alkohol serta pertisipasi dalam program olah raga dan tidak merokok.
METODA NONFARMAKOLOGIS UNTUK MENURUNKAN TEKANAN DARAH
1.teknik –teknik mengurangi stres
2.olah raga(meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi[HLDL])
3.pembatasan garam
4.mengurangi minum alkohol
5.mengurangi berat badan

Obat-obat anti hipertensi ,dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur denga obat lain

DIKLASIFIKASIKAN MENJADI 5 KATEGORI al:
1.deuritik
2.menekan simpatik(simpatolitk).
3.vasodilatator anterior langsung.
4.antagonis angiotensin
5.penghambat saluran kalsium.
a. Penghambat saraf adrenergik
Obat dolongan ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan noradrenalin dari pasca ganglion saraf adrenergik. Obat-obat golongan ini tidak mengendalikan tekanan darah berbaring dan dapat menyebabkan hipotensi postural. Karena itu, obat-obat ini jarang digunakan, tetapi mungkin masih perlu diperlukan bersama terapi lain pada hipertensi yang resisten.
• Debrisokuin
• Reserpin
b. Alfa-broker
Sebagai alfa-broker, prazosin menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena sehingga jarang menimbulkan takikardi. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama, sehingga harus hati-hati pada pemberian pertama. Untuk pengobatan hipertensi, alfa-broker dapat digunakan bersama obat antihipertensi lain.
• Deksazosin
• Indoramin
• Prasozin Hidroklorida
• Terazosin
c. Penghambat enzim pengubah anglotensin (penghambat ACE)
Pengambat ACE bekerja dengan cara menghambat pengubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Obat-obat golongan ini efektif dan pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Obat-obat golongan ini terutama diindikasikan untuk hipertensi pada diabetes tergantung insulin dengan nefropati, dan mungkin untuk hipertensi pada semua pasien diabetes.
• Kaptopril
• Benazepril
• Delapril
• Enalapril maleat
d. Antagonis reseptor angiotensin II
Sifatnya mirip penghambat ACE, bedanya adalah obat-obat golongan ini tidak menghambat pemecahan bradikin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tampaknya tidak menimbulkan batuk kering parsisten yang biasanya mengganggu terapi dengan penghambat ACE. Karena itu, obat-obat golongan ini merupakan alternatif yang berguna untuk pasien yang harus menghentikan penghambat ACE akibat batuk yang parsisten.
• Losaktan kalium
• Valsatran
e. Obat-obat untuk feokromositoma
Fenoksibanzamin adalah alfa-broker kuat dengan banyak efek samping. Obat ini digunakan bersama bata-bloker untuk pengobtan jangka pendek episode hipertensi berat pada feokromositoma.
Fentolamin adalah alfa-broker kerja pendek yang kadang-kadang juga digunakan untuk diagnosis feokromositoma.
• Fenoksibanzamin
• Fentolamin
f. Obat antihipertensi yang bekerja sentral.
Kelompok ini termasuk metildopa, yang mempunyai keuntungan karena aman bagi pasien asma, gagal jantung, dan kehamilan. Efek sampingnya diperkecil jika dosis perharinya dipertahankan tetap dibawah 1 g.
• Klobidin hidroklorida
• Metildopa
• Guanfasin
Diuretika
Diuretika golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal jantung dan dengan dosis yang lebih rendah, untuk menurunkan tekanan darah. Diuretika kuat digunakan untuk edema paru akibat gagal jantung kiri dan pada pasien dengan gagal jantung yang sudah lama dan kombinasi diuretika mungkin selektif untuk edema yang resisten terhadap pengobatan dengan satu diuretika, misalnya diuretika kuat dapat dikombinasi dengan diuretika hemat kalium
a. Diuretika golongan tiazid
Tiazid dan senyawa-senyawa terkaitnya merupakan diuretika dengan potensi sedang, yang bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium pada bagian awal tubulus distal. Mula kerja diuretika golongan ini setelah pemberian peroral lebih kurang 1-2 jam, sedangkan masa kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar diuretika tidak mengganggu tidur pasien.
• Bendrofluazid
• Klortalidon
• Hidroklortiazid
b. Diuretika kuat
Diuretika kuat digunakan dalam pengobatan edema paru akibat gagl jantung kiri. Pemberian intravena mengurangi sesak nafas dan prabeban lebih cepat dari mula kerja diuresisnya. Diuretika ini juga digunakan pada pasien gagal jantung yang telah berlangsung lama.
• Frusemid
• Bumetanid
c. Diuretika hemat kalium
Amilorid dan triamteren merupakan diuretika yang lemah. Keduanya menyebabkan retensi kalium dan karenanya digunakan sebagai alternatif yang lebih efektif daripada memberikan suplemen kalium pada pangguna tiazid atau diuretika kuat. Suplemen kalium tidak boleh diberikan bersama diuretika hemat kalium. Juga penting untuk diingat bahwa pemberian diuretka hemat kalium pada seorang pasien yang menerima suatu penghambat ACE dapat menyebabkan hiperkalemia yang berat.
• Amilorid hidroklorida
• Antagonis aldosteron
• Sprironolakton
d. Diuretika merkuri
Meskipun efektif, diuretika merkuri sekarang hampir tidak pernah digunakan karena efek nefrotoksisitasnya. Mersalil harus diberikan lewat injeksi intramuskuler. Penggunaan intravena dapat menyebabkan hipotensi berat dan kematian mendadak. Obat ini sudah absolete dan telah diganti dengan loop diuretic yang jauh lebih aman.
• Mersalil
e. Diuretika osmotik
Diuretika golongan ini jarang digunakan pada gagal jantung karena mungkin meningkatkan volume darah secara akut.
• Manitol
f. Diuretika penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretika penghambat enzim karbonik anhidrase (asetazolamid) merupakan diyretika yang lemah dan jarang digunakan berdasarkan efek diuretikanya. Obat ini digunakan untuk profilaksis mountain sickness tetapi tidak menggantikan aklimatisasi.
• Asetazolamid
• Dorzolamid
g. Kombinasi diuretika
Disamping penambahan satu golongan diuretika pada diuretika yang lain, kekhawatiran terjadinya hipokalemia atau ketidakpatuhan pasien meningkatkan penggunaan kombinasi dengan diuretika hemat kalium. Bila digunakan untuk hipertens, perhatian khusus harus dicurahkan pada dosis tiazidnya, dimana dosis yang lebih rendah lebih dianjurkan.
PENGKAJIAN
Periksa tanda-tanda vital dasar untuk menemukan hasil abnormal dan bandingkan dengan hasil pemeriksaan selanjutnya.
Periksa elektrolit serum
Periksa anggota gerak untuk menemukan edema pitting, laporkan hasilnya
Periksa bunyi pernafasan untuk menemukan kelainan.Laporkan bila positif biosa menunjukkan adanya gagal jantung kongestif


PERENCANAAN
Edema tungkai akan menghilang dalam waktu 1 minggu.
Nilai-nilai laboratorium normal.Penggantian kalium mungkin perlu
INTERVENSI KEPERAWATAN
Pantau TTV, terutama tekanan darah dan denyut jantung.Laporkan adanya peningkatan atau tidak
Pantau berat klien
Pantau haluaran urin
Pantau hasil-hasil pemeriksaan laboratorium urin
PENYULUHAN KEPADA KLIEN
Beritahu klien untuk mempertahankan nutrisi yang baik dan kurangi garam dan tingkatkan makana yang kaya kalium
Beritahu pada klien untuk memantau denyut jantung jika meminum diuretik
Anjurkan klien diebetik yang memakai diuretik tiasid untuk mengukur gula darahmya
Anjurkan klien untuk mengikuti peraturan pemakaian obat dengan baik
Nasehati klien untuk bangun dari posisi duduk ke posisi berdiri secara perlahan-lahan untuk mencegah efek hipotensi ortostatik
EVALUASI
Evaluasi efektivitas diuiretik dengan mencatat apakah edema berkurang atau menghilang.Mengganti diuretik mungkin perlu dilakukan apabila edema atau payah jantung kongestif timbul
Obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah
Pembentukan suatu trombus berlangsung melalui tiga tahap, yaitu (1) pemaparan darah pada suatu permukaan trombogenik vaskuler yang rusak. (2) suatu rangkaian peristiwa yang terkait dengan trombosit. (3) pengaktifan mekanisme pembekuan dengan sutu peran penting bagi trombin dalam pembentukan fibrin. Trombin sendiri merupakan suatu perangsang agragasi dan adhesi patelet yang sangat kuat. Sekali terbentu, trombus mungkin dipecah oleh fibrinolisis-terangsang plasmin.
a. Antikoagulan
Dibagi menjadi 2 sub-kelompok, yaitu
1) Antikoagulan parenteral, yang dibagi dalam sub-kelompok lagi, yaitu:
a) Heparin
Heparin memulai antikoagulasi dengan cepat, namun mempunyai masa kerja yang singkat. Sekarang sering kali diacu sebagai heparin standar atau tidak terfraksinasi, untuk membedakannya dengan heparin bobot molekul rendah yang memiliki masa kerja yang lebih panjang.
• Heparin

b) Heparin bobot molekul rendah
Terdapat bukti bahwa heparin bobot molekul rendah ternyata selektif dan seaman heparin standar dalam pencegahan tromboembolisme vena. Namun, pada praktek ortopedi golongan heparin ini mungkin lebih selektif.
• Anoksaparin
• Heparinoid
2) Antikoagulan oral
Antikoagulan oral mengantagonisasi efek vitamin K, dan perlu paling tidak 48-72 jam untuk efek antikoagulannya berkembang sempurna. Jika efek yang segera diperlukan, heparin harus diberikan bersama. Efek samping utama semua antikoagulan oral adalah pendarahan
• Natrium warfarin
• Protamin sulfat
b. Antiplatelet
Antiplatelet (antitrombosit) bekerja dengan cara mengurangi agragasi platelet, sehingga dapat menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dimana trombi terbentuk melalui agragasi platelet dan antikoagulan menunjukkan efek yang kecil.
• Asetosal
• Dipiridamol
c. Fibrinolitik
Fibrinolitik yang bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan plasminogen utnuk membentuk plasmin, yang lebih lanjut mendegradasi fibrin dan dengan demikian memecah trombus. Termasuk dalam golongan obat ini diantaranya streptokinase, urokinase, alteplase, dan anistreplase.
• Alteplase
• Streptokinase
• Urokinase
d. Hemostatik dan antifibrinolitik
Defisiensi faktor pembekuan darah dapat menyebabkan pendarahan. Pendarahan spontan timbul apabila aktivitas faktor pembekuan kurang dari 5% normal.
• Fraksi faktor VIII, kering
• Fraksi faktor IX, kering
• Aprotinin
• Etamsilat
• Asam traneksamat
Obat penurun lipid
Obat-obat penurun lipid diindikasikan untuk pasien dengan penyakit jantung koroner atau dengan hiperlipidemia berat, yang tidak cukup terkendali dengan diet rendah lemak. Pengobatan juga harus dipertimbangkan bagi pasien dengan resiko tinggi terjadinya penyakit jantung koroner karena adanya berbagai faktor resiko (termasuk merokok, hipertensi, diabetes, dll).
a. Resin penukar anion
Kolestiramin dan kolestipol adalah resin penul\kar anion yang digunakan dalam penatalaksanaan hiperkolesterolemia. Obat-obat tersebut bekerja dengan cara mengikat asam empedu (metabolit kolesterol) di dalam lumen usus dan mencegah reabsorpsinya.
• Kolestiramin
• Kolestipol hidroklorida
b. Kelompok klofibrat
Klofibrat (turunan asam ariloksibutirat) dan beberapa analognya (bezafibral, siprofibral, finofibrat, gemfibrosil) dapat dianggap sebagai hipolipidemik berspektrum luas. Klofibrat dan beberapa analognya digunakan dalam pengobatan hiperlipidemia tipe II maupun IV. Efek utamanya berupa gangguan saluran cerna.
• Bezafibrat
• Fenofibrat
• Gemfibrozil
• Klofibrat
c. Statin
Statin menghambat secara kompetitif enzim HMG CoA reduktase, yakni enzim oada sintesis kolesterol, terutama dalam hati. Obat-obat ini lebih efektif dibanding resin penukar anion dalam menurunkan kolesterol – LDL tetapi kurang efektif dibanding kelompok klofibrat dalam menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol – HDL.
• Atorvastatin
• Fluvastatin
• Pravastatin
• Simvastatin
• Lovastatin
d. Kelompok asam nikotinat
Asam nikotinat (niasin) merupakan vitamin larut air yang mampu menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol plasma. Mekanisme kerjanya melalui hambatan mobilisasi lemak serta hambatan sintesis VLDL dalam hati dan lebih lanjut kolesterol – LDL. Selain itu, asam nikotinat juga meningkatkan kolesterol – HDL.
• Asam nikotinat
e. Minyak ikan
Sediaan minyak ikan yang kaya akan trigliserida laut omega-3, bermanfaat dalam pengobatan hipertrigliseridemia berat. Meskipun demikian, kadang-kadang minyak ikan dapat memperburuk hiperkolesterolemia.
Obat-obat untuk syok dan hipotensi
Syok merupakan sindrom kardiovaskuler akut yang rumit, terutama terkait dengan ketidakcukupan pasok dan konsumsi oksigen pada organ-organ yang penting bagi kehidupan (vital), yang pada umumnya disebabkan oleh peristiwa hipotensi. Hipovolemia, suatu penyebab hipotensi, dikaitkan dengan hilangnya darah karena cedera atau pendarahan, atau hilagnya cairan karena diare, muntah, luka bakar, atau yang lainnya.

Hipotensi juga dikaitkan dengan syok septik. Meskipun demikian pasien dengan infark miokard yang berkembang menjadi syok kardiogenik, tidak selalu hipotensif. Tujuan terapi syok adalah menjamin aliran darah yang cukup untuk pasok oksigen yang memadai ke organ-organ vital.
• Dopamin hidroklorida
• Dobutamin
• Isoprenalina hidroklorida
• Norepinefrin bitatrat
• Epinefrin
Obat untuk gangguan sirkulasi darah (serebral, arteri, vena)
a. Vasodilator perifer
Kurangnya pasokan darah arteri di perifer dapat disebabkan oleh angioneuropati (kegagalan pengaturan sirkulasi akibat tidak sempurnanya pembuluh kecil bereaksi terhadap rangsang) atau angioorganopati (meliputi penyakit penyumbatan arteri, giitis, penyumbatan arteri karena emboli).

Penyebab penyakit penyumbatan arteri terutama aterosklerosis dan tramboangitis obliterans.
• Turunan asam nikotinat
• Pentoksifilin
• Sinarisin
• Naftidrofuril oksalat
• Isoksuprin

b. Vasodilator serebral
Obat-obat golongan ini dinyatakan memperbaiki fungsi mental. Beberapa telah dilaporkan memperbaiki kinerja uji psikologis, tetapi obat-obat tersebut secara klinis belum terbukti bermanfaat untuk demensia (pikun).
• Co-dergokrin meksilat
c. Obat gangguan darah vena
Penyakit pembuluh vena yang sering terjadi adalah gejala verikosis (dilatasi pembuluh vena permukaan kaki dan akibat-akibat yang menyertainya (edema lokal, indurasi, atrofi, pigmentasi hebat, sianosis kulit, borok kaki, tromboflebitis) yang timbul akibat pengaruh mekanik dan hormonal pada jaringan ikat lemah.
1) Senyawa tonik vena
• Dihidroergotamin
• Glikosida triterpen
2) Senyawa sklerosan
• Garam natrium asam lemak dari minyak ikan
• Etanolamin oleat
• Natrium tetradesil sulfat

Asuhan Keperawatan Klien dengan DHF

DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan yang menurun
PERENCANAAN
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria : TTV khususnya suhu dalam batas normal ( 365 – 375 )
Membran mukosa basah.

Rencana Intervensi ;
Observasi TTV setiap 1 jam
Rasional : Menentukan intervensi lanjutan bila terjadi perubahan
Berikan kompres air biasa / kran
Rasional : Kompres akan memberikan pengeluaran panas secara induksi.
Anjurkan klien untuk banyak minum 1500 – 2000 ml
Rasional : Mengganti cairan tubuh yang keluar karena panas dan memacu pengeluaran urine guna pembuangan panas lewt urine.

Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis dan menyengat keringat.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan memperbesar penguapan panas
Observasi intake dan out put
Rasional : Deteksi terjadinya kekurangan volume cairan tubuh.
Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
Rasional : Antipireik berguna bagi penurunan panas.

Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt
Pulsasi kuat
Akral hangat

Rencana Intervensi ;
Observasi Vital sign setiap jam atau lebih.
Rasional : Mengetahui kondisi dan mengidentifikasi fluktuasi cairan intra vaskuler.
Observasi capillary refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer.
Observasi intake dan output, catat jumlah, warna / konsentrasi urine.
Rasional : Penurunan haluaran urine / urine yang pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.

Anjurkan anak untuk banyak minum 1500-2000 mL
Rasional : Untuk pemenuhan kebutuhan ciran tubuh
Kolaborasi pemberian cairan intra vena atau plasma atau darah.
Rasional : Meningkatkan jumlah cairan tubuh untuk mencegah terjadinya hipovolemik syok.

Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
Kriteria : Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan

Rencana Intervensi :
Kaji keluhan mual, muntah atau penurunan nafsu makan
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya.
Berikan makanan yang mudah ditelan mudah cerna
Rasional : Mengurangi kelelahan klien dan mencegah perdarahan gastrointestinal.
Berikan makanan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Menghindari mual dan muntah

Hindari makanan yang merangsang : pedas, asam.
Rasional : Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang dapat menstimulasi muntah.
Beri makanan kesukaan klien
Rasional : Memungkinkan pemasukan yang lebih banyak
Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasional : Nutrisi parenteral sangat diperlukan jika intake peroral sangat kurang.

ASKEP CA Sekum

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN KARSINOMA SEKUM

I. KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Karsinoma sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.

B. Insidens dan Faktor Risiko
Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang sekum terutama terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kebiasaan diet rendah serat.
2. Polyposis familial
3. Ulcerasi colitis
4. Deversi colitis

C. Patofisiologi
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker kolorektal.
Tumor-tumor pada sekum dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena.
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium lanjut.

D. Gambaran Klinis
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala sangat tergantung dari besarnya tumor.
Tumor pada sekum dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma sekum menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.

E. Diagnosis Banding
1. Kolitis ulserosa
2. Penyakit Chron
3. Kolitis karena amuba atau shigella
4. Kolitis iskemik pada lansia
5. Divertikel kolon

F. Prosedur Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat diperlukan:
1. Anamnesis yang teliti, meliputi:
 Perubahan pola/kebiasaan defekasi baik berupa diare maupun konstipasi (change of bowel habit)
 Perdarahan per anum
 Penurunan berat badan
 Faktor predisposisi:
o Riwayat kanker dalam keluarga
o Riwayat polip usus
o Riwayat kolitis ulserosa
o Riwayat kanker pada organ lain (payudara/ovarium)
o Uretero-sigmoidostomi
o Kebiasaan makan (tinggi lemak rendah serat)
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada:
 Status gizi
 Anemia
 Benjolan/massa di abdomen
 Nyeri tekan
 Pembesaran kelenjar limfe
 Pembesaran hati/limpa
 Colok rektum(rectal toucher)
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan radiologis
5. Endoskopi dan biopsi
6. Ultrasonografi
Uraian tentang prosedur diagostik dijelaskan lebih lanjut dalam fokus pengkajian keperawatan.

G. Pengobatan
Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.
1. Pilihan utama adalah pembedahan
2. Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a. sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b. ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c. masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
3. Obat sitostatika diberikan bila:
a. inoperabel
b. operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil yang memuaskan.


II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan/keletihan
- Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari.
- Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.

2. Sirkulasi:
Gejala:
- Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
Tanda:
- Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah.

3. Integritas ego:
Gejala:
- Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (merokok, minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual)
- Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
- Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda:
- Menyangkal, menarik diri, marah.

4. Eliminasi:
Gejala:
- Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi
Tanda:
- Perubahan bising usus, distensi abdomen
- Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah

5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet)
- Anoreksia, mual, muntah
- Intoleransi makanan
Tanda:
- Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot

6. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses penyakit

7. Keamanan:
Gejala:
- Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
Tanda:
- Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia

8. Interaksi sosial
Gejala:
- Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
- Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

9. Penyuluhan/pembelajaran:
- Riwayat kanker dalam keluarga
- Masalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
- Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
- Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari


B. Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Tujuan/Interpretasi Hasil

1. Pemeriksaan laboratorium:
 Tinja

 CEA (Carcino-embryonic anti-gen)





2. Pemeriksaan radiologis



3. Endoskopi dan biopsi




4. Ultrasonografi

Untuk mengetahui adanya darah dalam tinja (makroskopis/mikroskopis)
Kurang bermakna untuk diagnosis awal karena hasilnya yang tidak spesifik serta dapat terjadi psoitif/negatif palsu tetapi bermanfaat dalam mengevaluasi dampak terapi dan kemungkinan residif atau metastase.

Perlu dikerjakan dengan cara kontras ganda (double contrast) untuk melihat gambaran lesi secara radiologis.

Endoskopi dengan fiberscope untuk melihat kelainan struktur dari rektum sampai sekum. Biopsi diperlukan untuk menentukan jenis tumor secara patologi-anatomis.

Diperlukan untuk mengtahui adanya metastasis ke hati.



C. Prioritas Keperawatan
1. Dukungan proses adaptasi dan kemandirian
2. Meningkatkan kenyamanan
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal
4. Mencegah komplikasi
5. Memberikan informasi tentang penyakit, perawatan dan kebutuhan terapi.


III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Peningkatan bunyi usus/peristaltik
 Peningkatan defekasi cair
 Perubahan warna feses
 Nyeri/kram abdomen
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk
 Peningkatan bunyi usus
 Konjungtiva dan membran mukosa pucat
 Mual, muntah, diare
3. Ansietas (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma)
Ditandai dengan:
 Eksaserbasi penyakit tahap akut
 Penigkatan ketegangan, distres, ketakutan
 Iritabel
 Fokus perhatian menyempit
4. Koping individu tak efektif b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat)
Ditandai dengan:
 Menyatakan ketidakmampuan menghadapi masalah, putus asa, ansietas
 Menyatakan diri tidak berharga
 Depresi dan ketergantungan
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Ditandai dengan:
 Mengajukan pertanyaan, meminta informasi atau kesalahan pernyataan konsep
 Tidak akurat mengikuti instruksi
 Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Bantu kebutuhan defekasi (bila tirah baring siapkan alat yang diperlukan dekat tempat tidur, pasang tirai dan segera buang feses setelah defekasi).

2. Tingkatkan/pertahankan asupan cairan per oral.

3. Ajarkan tentang makanan-minuman yang dapat memperburuk/mencetus-kan diare.


4. Observasi dan catat frekuensi defekasi, volume dan karakteristik feses.

5. Observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.

6. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program terapi (antibiotika, antikolinergik, kortikosteroid).



Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda sehingga perlu diantisipasi dengan menyiapkan keperluan klien.


Mencegah timbulnya maslah kekurangan cairan.

Membantu klien menghindari agen pencetus diare.



Menilai perkembangan maslah.


Mengantisipasi tanda-tanda bahaya perforasi dan peritonitis yang memerlukan tindakan kedaruratan.

Antibiotika untuk membunuh/menghambat pertumbuhan agen patogen biologik, antikolinergik untuk menurunkan peristaltik usus dan menurunkan sekresi digestif, kortikosteroid untuk menurunkan proses inflamasi.



2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tirah baring selama fase akut/pasca terapi


2. Bantu perawatan kebersihan rongga mulut (oral hygiene).

3. Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk yang sesuai perkembangan kesehatan klien (lunak, bubur kasar, nasi biasa)

4. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (roborantia)



5. Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi parenteral.


Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.

Meningkatkan kenyamanan dan selera makan.

Asupan kalori dan protein tinggi perlu diberikan untuk mengimbangi status hipermetabolisme klien keganasan.


Pemberian preparat zat besi dan vitamin B12 dapat mencegah anemia; pemberian asam folat mungkin perlu untuk mengatasi defisiensi karen amalbasorbsi.

Pemberian peroral mungkin dihentikan sementara untuk mengistirahatkan saluran cerna.



3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma).

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.



2. Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.


3. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.

4. Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.

5. Kolaborasi pemberian obat sedatif.


6. Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang menunjukan kecemasan.

Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.

Mengidentifikasi faktor pencetus/pemberat masalah kecemasan dan menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien.

Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan menerima keadaanya.

Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan kecemsan.


Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.

Menilai perkembangan masalah klien.



4. Koping individu tak efektif (koping menyangkal/defensif/depresi/agresi) b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat).

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Bantu klien mengembangkan strategi pemecahan masalah yang sesuai didasarkan pada kekuatan pribadi dan pengalamannya.

2. Mobilisasi dukungan emosional dari orang lain (keluarga, teman, tokoh agama, penderita kanker lainnya)

3. Kolaborasi terapi medis/keperawatan psikiatri bila klien mengalami depresi/agresi yang ekstrim.


4. Kaji fase penolakan-penerimaan klien terhadap penyakitnya (sesuai teori Kubler-Ross)

Penderita kanker tahap dini dapat hidup survive dengan mengikuti program terapi yang tepat dan dengan pengaturan diet dan aktivitas yang sesuai

Dukungan SO dapat membantu meningkatkan spirit klien untuk mengikuti program terapi.

Terapi psikiatri mungkin diperlukan pada keadaan depresi/agresi yang berat dan lama sehingga dapat memperburuk keadaan kesehatan klien.

Menilai perkembangan masalah klien.




5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.

2. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/faktor risiko, dan dampak penyakit terhadap perubahan status kesehatan-sosio-ekonomi, fungsi-peran dan pola interaksi sosial klien.

3. Jelaskan tentang terapi pembedahan, radiasi dan kemoterapi serta efek samping yang dapat terjadi

4. Tekankan pentingnya mempertahan-kan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.


Meningkatkan pengetahuan klien tentang masalah yang dialaminya.




Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien untuk mengikuti program terapi.


Penderita kanker yang mengikuti program terapi yang tepat dengan status gizi yang adekuat meningkatkan kualitas hidupnya.



________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

ASKEP CA Sekum

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN KARSINOMA SEKUM

I. KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Karsinoma sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.

B. Insidens dan Faktor Risiko
Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang sekum terutama terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kebiasaan diet rendah serat.
2. Polyposis familial
3. Ulcerasi colitis
4. Deversi colitis

C. Patofisiologi
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker kolorektal.
Tumor-tumor pada sekum dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena.
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium lanjut.

D. Gambaran Klinis
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala sangat tergantung dari besarnya tumor.
Tumor pada sekum dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma sekum menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.

E. Diagnosis Banding
1. Kolitis ulserosa
2. Penyakit Chron
3. Kolitis karena amuba atau shigella
4. Kolitis iskemik pada lansia
5. Divertikel kolon

F. Prosedur Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat diperlukan:
1. Anamnesis yang teliti, meliputi:
 Perubahan pola/kebiasaan defekasi baik berupa diare maupun konstipasi (change of bowel habit)
 Perdarahan per anum
 Penurunan berat badan
 Faktor predisposisi:
o Riwayat kanker dalam keluarga
o Riwayat polip usus
o Riwayat kolitis ulserosa
o Riwayat kanker pada organ lain (payudara/ovarium)
o Uretero-sigmoidostomi
o Kebiasaan makan (tinggi lemak rendah serat)
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada:
 Status gizi
 Anemia
 Benjolan/massa di abdomen
 Nyeri tekan
 Pembesaran kelenjar limfe
 Pembesaran hati/limpa
 Colok rektum(rectal toucher)
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan radiologis
5. Endoskopi dan biopsi
6. Ultrasonografi
Uraian tentang prosedur diagostik dijelaskan lebih lanjut dalam fokus pengkajian keperawatan.

G. Pengobatan
Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.
1. Pilihan utama adalah pembedahan
2. Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a. sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b. ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c. masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
3. Obat sitostatika diberikan bila:
a. inoperabel
b. operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil yang memuaskan.


II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan/keletihan
- Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari.
- Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.

2. Sirkulasi:
Gejala:
- Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
Tanda:
- Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah.

3. Integritas ego:
Gejala:
- Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (merokok, minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual)
- Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
- Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda:
- Menyangkal, menarik diri, marah.

4. Eliminasi:
Gejala:
- Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi
Tanda:
- Perubahan bising usus, distensi abdomen
- Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah

5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet)
- Anoreksia, mual, muntah
- Intoleransi makanan
Tanda:
- Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot

6. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses penyakit

7. Keamanan:
Gejala:
- Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
Tanda:
- Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia

8. Interaksi sosial
Gejala:
- Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
- Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

9. Penyuluhan/pembelajaran:
- Riwayat kanker dalam keluarga
- Masalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
- Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
- Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari


B. Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Tujuan/Interpretasi Hasil

1. Pemeriksaan laboratorium:
 Tinja

 CEA (Carcino-embryonic anti-gen)





2. Pemeriksaan radiologis



3. Endoskopi dan biopsi




4. Ultrasonografi

Untuk mengetahui adanya darah dalam tinja (makroskopis/mikroskopis)
Kurang bermakna untuk diagnosis awal karena hasilnya yang tidak spesifik serta dapat terjadi psoitif/negatif palsu tetapi bermanfaat dalam mengevaluasi dampak terapi dan kemungkinan residif atau metastase.

Perlu dikerjakan dengan cara kontras ganda (double contrast) untuk melihat gambaran lesi secara radiologis.

Endoskopi dengan fiberscope untuk melihat kelainan struktur dari rektum sampai sekum. Biopsi diperlukan untuk menentukan jenis tumor secara patologi-anatomis.

Diperlukan untuk mengtahui adanya metastasis ke hati.



C. Prioritas Keperawatan
1. Dukungan proses adaptasi dan kemandirian
2. Meningkatkan kenyamanan
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal
4. Mencegah komplikasi
5. Memberikan informasi tentang penyakit, perawatan dan kebutuhan terapi.


III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Peningkatan bunyi usus/peristaltik
 Peningkatan defekasi cair
 Perubahan warna feses
 Nyeri/kram abdomen
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk
 Peningkatan bunyi usus
 Konjungtiva dan membran mukosa pucat
 Mual, muntah, diare
3. Ansietas (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma)
Ditandai dengan:
 Eksaserbasi penyakit tahap akut
 Penigkatan ketegangan, distres, ketakutan
 Iritabel
 Fokus perhatian menyempit
4. Koping individu tak efektif b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat)
Ditandai dengan:
 Menyatakan ketidakmampuan menghadapi masalah, putus asa, ansietas
 Menyatakan diri tidak berharga
 Depresi dan ketergantungan
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Ditandai dengan:
 Mengajukan pertanyaan, meminta informasi atau kesalahan pernyataan konsep
 Tidak akurat mengikuti instruksi
 Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Bantu kebutuhan defekasi (bila tirah baring siapkan alat yang diperlukan dekat tempat tidur, pasang tirai dan segera buang feses setelah defekasi).

2. Tingkatkan/pertahankan asupan cairan per oral.

3. Ajarkan tentang makanan-minuman yang dapat memperburuk/mencetus-kan diare.


4. Observasi dan catat frekuensi defekasi, volume dan karakteristik feses.

5. Observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.

6. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program terapi (antibiotika, antikolinergik, kortikosteroid).



Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda sehingga perlu diantisipasi dengan menyiapkan keperluan klien.


Mencegah timbulnya maslah kekurangan cairan.

Membantu klien menghindari agen pencetus diare.



Menilai perkembangan maslah.


Mengantisipasi tanda-tanda bahaya perforasi dan peritonitis yang memerlukan tindakan kedaruratan.

Antibiotika untuk membunuh/menghambat pertumbuhan agen patogen biologik, antikolinergik untuk menurunkan peristaltik usus dan menurunkan sekresi digestif, kortikosteroid untuk menurunkan proses inflamasi.



2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tirah baring selama fase akut/pasca terapi


2. Bantu perawatan kebersihan rongga mulut (oral hygiene).

3. Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk yang sesuai perkembangan kesehatan klien (lunak, bubur kasar, nasi biasa)

4. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (roborantia)



5. Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi parenteral.


Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.

Meningkatkan kenyamanan dan selera makan.

Asupan kalori dan protein tinggi perlu diberikan untuk mengimbangi status hipermetabolisme klien keganasan.


Pemberian preparat zat besi dan vitamin B12 dapat mencegah anemia; pemberian asam folat mungkin perlu untuk mengatasi defisiensi karen amalbasorbsi.

Pemberian peroral mungkin dihentikan sementara untuk mengistirahatkan saluran cerna.



3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma).

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.



2. Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.


3. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.

4. Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.

5. Kolaborasi pemberian obat sedatif.


6. Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang menunjukan kecemasan.

Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.

Mengidentifikasi faktor pencetus/pemberat masalah kecemasan dan menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien.

Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan menerima keadaanya.

Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan kecemsan.


Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.

Menilai perkembangan masalah klien.



4. Koping individu tak efektif (koping menyangkal/defensif/depresi/agresi) b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat).

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Bantu klien mengembangkan strategi pemecahan masalah yang sesuai didasarkan pada kekuatan pribadi dan pengalamannya.

2. Mobilisasi dukungan emosional dari orang lain (keluarga, teman, tokoh agama, penderita kanker lainnya)

3. Kolaborasi terapi medis/keperawatan psikiatri bila klien mengalami depresi/agresi yang ekstrim.


4. Kaji fase penolakan-penerimaan klien terhadap penyakitnya (sesuai teori Kubler-Ross)

Penderita kanker tahap dini dapat hidup survive dengan mengikuti program terapi yang tepat dan dengan pengaturan diet dan aktivitas yang sesuai

Dukungan SO dapat membantu meningkatkan spirit klien untuk mengikuti program terapi.

Terapi psikiatri mungkin diperlukan pada keadaan depresi/agresi yang berat dan lama sehingga dapat memperburuk keadaan kesehatan klien.

Menilai perkembangan masalah klien.




5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.

2. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/faktor risiko, dan dampak penyakit terhadap perubahan status kesehatan-sosio-ekonomi, fungsi-peran dan pola interaksi sosial klien.

3. Jelaskan tentang terapi pembedahan, radiasi dan kemoterapi serta efek samping yang dapat terjadi

4. Tekankan pentingnya mempertahan-kan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.


Meningkatkan pengetahuan klien tentang masalah yang dialaminya.




Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien untuk mengikuti program terapi.


Penderita kanker yang mengikuti program terapi yang tepat dengan status gizi yang adekuat meningkatkan kualitas hidupnya.



________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

ASKEP CA Sekum

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN KARSINOMA SEKUM

I. KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Karsinoma sekum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian sekum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.

B. Insidens dan Faktor Risiko
Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang sekum terutama terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kebiasaan diet rendah serat.
2. Polyposis familial
3. Ulcerasi colitis
4. Deversi colitis

C. Patofisiologi
Penyebab kanker pada saluran cerna bagian bawah tidak diketahui secara pasti. Polip dan ulserasi colitis kronis dapat berubah menjadi ganas tetapi dianggap bukan sebagai penyebab langsung. Asam empedu dapat berperan sebagai karsinogen yang mungkin berada di kolon. Hipotesa penyebab yang lain adalah meningkatnya penggunaan lemak yang bisa menyebabkan kanker kolorektal.
Tumor-tumor pada sekum dan kolon asendens merupakan lesi yang pada umumnya berkembang dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan jaringan sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar. Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena.
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma kolorektal dibagi atas 3 fase. Fase pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga. Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya datang berobat dalam stadium lanjut.

D. Gambaran Klinis
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala sangat tergantung dari besarnya tumor.
Tumor pada sekum dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma sekum menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.

E. Diagnosis Banding
1. Kolitis ulserosa
2. Penyakit Chron
3. Kolitis karena amuba atau shigella
4. Kolitis iskemik pada lansia
5. Divertikel kolon

F. Prosedur Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat diperlukan:
1. Anamnesis yang teliti, meliputi:
 Perubahan pola/kebiasaan defekasi baik berupa diare maupun konstipasi (change of bowel habit)
 Perdarahan per anum
 Penurunan berat badan
 Faktor predisposisi:
o Riwayat kanker dalam keluarga
o Riwayat polip usus
o Riwayat kolitis ulserosa
o Riwayat kanker pada organ lain (payudara/ovarium)
o Uretero-sigmoidostomi
o Kebiasaan makan (tinggi lemak rendah serat)
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada:
 Status gizi
 Anemia
 Benjolan/massa di abdomen
 Nyeri tekan
 Pembesaran kelenjar limfe
 Pembesaran hati/limpa
 Colok rektum(rectal toucher)
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pemeriksaan radiologis
5. Endoskopi dan biopsi
6. Ultrasonografi
Uraian tentang prosedur diagostik dijelaskan lebih lanjut dalam fokus pengkajian keperawatan.

G. Pengobatan
Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.
1. Pilihan utama adalah pembedahan
2. Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a. sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b. ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c. masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
3. Obat sitostatika diberikan bila:
a. inoperabel
b. operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil yang memuaskan.


II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:

1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan/keletihan
- Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari.
- Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.

2. Sirkulasi:
Gejala:
- Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
Tanda:
- Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah.

3. Integritas ego:
Gejala:
- Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (merokok, minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual)
- Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
- Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda:
- Menyangkal, menarik diri, marah.

4. Eliminasi:
Gejala:
- Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi
Tanda:
- Perubahan bising usus, distensi abdomen
- Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah

5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet)
- Anoreksia, mual, muntah
- Intoleransi makanan
Tanda:
- Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot

6. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses penyakit

7. Keamanan:
Gejala:
- Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
Tanda:
- Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia

8. Interaksi sosial
Gejala:
- Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
- Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

9. Penyuluhan/pembelajaran:
- Riwayat kanker dalam keluarga
- Masalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
- Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
- Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari


B. Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Tujuan/Interpretasi Hasil

1. Pemeriksaan laboratorium:
 Tinja

 CEA (Carcino-embryonic anti-gen)





2. Pemeriksaan radiologis



3. Endoskopi dan biopsi




4. Ultrasonografi

Untuk mengetahui adanya darah dalam tinja (makroskopis/mikroskopis)
Kurang bermakna untuk diagnosis awal karena hasilnya yang tidak spesifik serta dapat terjadi psoitif/negatif palsu tetapi bermanfaat dalam mengevaluasi dampak terapi dan kemungkinan residif atau metastase.

Perlu dikerjakan dengan cara kontras ganda (double contrast) untuk melihat gambaran lesi secara radiologis.

Endoskopi dengan fiberscope untuk melihat kelainan struktur dari rektum sampai sekum. Biopsi diperlukan untuk menentukan jenis tumor secara patologi-anatomis.

Diperlukan untuk mengtahui adanya metastasis ke hati.



C. Prioritas Keperawatan
1. Dukungan proses adaptasi dan kemandirian
2. Meningkatkan kenyamanan
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal
4. Mencegah komplikasi
5. Memberikan informasi tentang penyakit, perawatan dan kebutuhan terapi.


III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Peningkatan bunyi usus/peristaltik
 Peningkatan defekasi cair
 Perubahan warna feses
 Nyeri/kram abdomen
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
 Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk
 Peningkatan bunyi usus
 Konjungtiva dan membran mukosa pucat
 Mual, muntah, diare
3. Ansietas (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma)
Ditandai dengan:
 Eksaserbasi penyakit tahap akut
 Penigkatan ketegangan, distres, ketakutan
 Iritabel
 Fokus perhatian menyempit
4. Koping individu tak efektif b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat)
Ditandai dengan:
 Menyatakan ketidakmampuan menghadapi masalah, putus asa, ansietas
 Menyatakan diri tidak berharga
 Depresi dan ketergantungan
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Ditandai dengan:
 Mengajukan pertanyaan, meminta informasi atau kesalahan pernyataan konsep
 Tidak akurat mengikuti instruksi
 Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder terhadap proses keganasan usus.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Bantu kebutuhan defekasi (bila tirah baring siapkan alat yang diperlukan dekat tempat tidur, pasang tirai dan segera buang feses setelah defekasi).

2. Tingkatkan/pertahankan asupan cairan per oral.

3. Ajarkan tentang makanan-minuman yang dapat memperburuk/mencetus-kan diare.


4. Observasi dan catat frekuensi defekasi, volume dan karakteristik feses.

5. Observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.

6. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program terapi (antibiotika, antikolinergik, kortikosteroid).



Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda sehingga perlu diantisipasi dengan menyiapkan keperluan klien.


Mencegah timbulnya maslah kekurangan cairan.

Membantu klien menghindari agen pencetus diare.



Menilai perkembangan maslah.


Mengantisipasi tanda-tanda bahaya perforasi dan peritonitis yang memerlukan tindakan kedaruratan.

Antibiotika untuk membunuh/menghambat pertumbuhan agen patogen biologik, antikolinergik untuk menurunkan peristaltik usus dan menurunkan sekresi digestif, kortikosteroid untuk menurunkan proses inflamasi.



2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tirah baring selama fase akut/pasca terapi


2. Bantu perawatan kebersihan rongga mulut (oral hygiene).

3. Berikan diet TKTP, sajikan dalam bentuk yang sesuai perkembangan kesehatan klien (lunak, bubur kasar, nasi biasa)

4. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (roborantia)



5. Bila perlu, kolaborasi pemberian nutrisi parenteral.


Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.

Meningkatkan kenyamanan dan selera makan.

Asupan kalori dan protein tinggi perlu diberikan untuk mengimbangi status hipermetabolisme klien keganasan.


Pemberian preparat zat besi dan vitamin B12 dapat mencegah anemia; pemberian asam folat mungkin perlu untuk mengatasi defisiensi karen amalbasorbsi.

Pemberian peroral mungkin dihentikan sementara untuk mengistirahatkan saluran cerna.



3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan, status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma).

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.



2. Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.


3. Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.

4. Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.

5. Kolaborasi pemberian obat sedatif.


6. Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang menunjukan kecemasan.

Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.

Mengidentifikasi faktor pencetus/pemberat masalah kecemasan dan menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien.

Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan menerima keadaanya.

Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan kecemsan.


Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.

Menilai perkembangan masalah klien.



4. Koping individu tak efektif (koping menyangkal/defensif/depresi/agresi) b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif (penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak adekuat).

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Bantu klien mengembangkan strategi pemecahan masalah yang sesuai didasarkan pada kekuatan pribadi dan pengalamannya.

2. Mobilisasi dukungan emosional dari orang lain (keluarga, teman, tokoh agama, penderita kanker lainnya)

3. Kolaborasi terapi medis/keperawatan psikiatri bila klien mengalami depresi/agresi yang ekstrim.


4. Kaji fase penolakan-penerimaan klien terhadap penyakitnya (sesuai teori Kubler-Ross)

Penderita kanker tahap dini dapat hidup survive dengan mengikuti program terapi yang tepat dan dengan pengaturan diet dan aktivitas yang sesuai

Dukungan SO dapat membantu meningkatkan spirit klien untuk mengikuti program terapi.

Terapi psikiatri mungkin diperlukan pada keadaan depresi/agresi yang berat dan lama sehingga dapat memperburuk keadaan kesehatan klien.

Menilai perkembangan masalah klien.




5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.

2. Jelaskan tentang proses penyakit, penyebab/faktor risiko, dan dampak penyakit terhadap perubahan status kesehatan-sosio-ekonomi, fungsi-peran dan pola interaksi sosial klien.

3. Jelaskan tentang terapi pembedahan, radiasi dan kemoterapi serta efek samping yang dapat terjadi

4. Tekankan pentingnya mempertahan-kan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.


Meningkatkan pengetahuan klien tentang masalah yang dialaminya.




Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien untuk mengikuti program terapi.


Penderita kanker yang mengikuti program terapi yang tepat dengan status gizi yang adekuat meningkatkan kualitas hidupnya.



________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.