• Blockquote

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

Menggunakan Laptop Tanpa Baterai

Menggunakan Laptop Tanpa Baterai

Mungkin beberapa orang bingung bagai mana cara menggunakan laptop dengan aman dan benar. Karena seperti yang kita tau ada dua sumber energi yang ada pada notebook maupun netbook yakni baterai dan menggunakan listrik. Dalam penggunaannya kedua sumber itu tidak boleh digunakan secara bersamaan hal ini dikarenakan apabila kita menggunakan laptop dengan baterai dan pada saat itu juga laptop kita dialiri listrik secara langsung, maka hal ini akan membuat usia baterai laptop kita berkurang.
Namun jika kita menggunakan AC sebagai sumber energi pada laptop ada satu masalah yang bisa kita dapatkan, yakni apabila listrik mati secara tiba-tiba hal tersebut bisa merusak komponen-komponen pada laptop terutama harddisk jika hal tersebut terlalu sering terjadi. Tapi kita juga tidak bisa mengandalkan baterai saja sebagai sumber energi utama pada laptop, karena energi baterai hanya bertahan kurang lebih 2 jam saja, sehingga tidak memungkinkan jika kita menginginkan laptop dalam pemakaian yang lebih lama.


Selain itu ada 2 pendapat berbeda dalam penggunaan AC sebagai sumber energi utama pada laptop. Yang pertama AC tanpa baterai, hal tersebut malah bikin motherboard yang cepat rusak, karena tidak stabilnya tegangan listrik, dan yang kedua baterai pada saat terhubung dengan adapter listrik justru bagus buat perawatan baterai. Mungkin pendapat pertama yang membuat orang-orang berfikir dua kali untuk menggunakan AC sebagai sumber utama pada laptop, hal ini dikarenakan harga mobo bisa dua kali harga baterai. Tapi dari beberapa artikel dan forum yang sudah sya baca, banya yang mengatakan bahwa penggunaan AC sebagi suber energi utama pada laptop tidak akan menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen laptop itu sendiri, namun masalah yang akan kita hadapi adalah apabila mati lampu secara tiba-tiba seperti yang sudah dibahas di atas. Sebenarnya ada satu solusi dari masalah ini, yakni dengan menggunakan UPS berkualitas sebagai filter dan pengaman aliran listrik.

Dari beberapa paparan di atas sekarang tinggal kita memilih akan menggunakan sumber energi yang dan solusi yang mana, karena semua tinggal masalah keprcayaan dan keberuntungan hehehehe.....

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS

A. PENGERTIAN

Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).

B. ETIOLOGI

1. Mekanis

q Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)

q Karsinoma

q Volvulus

q Intususepsi

q Obstipasi

q Polip

q Striktur

2. Fungsional (non mekanik)

q Ileus paralitik

q Lesi medula spinalis

q Enteritis regional

q Ketidakseimbangan elektrolit

q Uremia

C. JENIS-JENIS OBSTRUKSI

Terdapat 2 jenis obstruksi :

1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)

Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.

2. Obstruksi mekanik

Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup ( paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus.

D. MANIFESTASI KLINIK

1. Mekanika sederhana – usus halus atas

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.

2. Mekanika sederhana – usus halus bawah

Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal.

3. Mekanika sederhana – kolon

Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.

4. Obstruksi mekanik parsial

Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.

5. Strangulasi

Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus

2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup.

3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.

4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS/BEDAH

1. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :

2. Terapi Na+, K+, komponen darah

3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial

4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler

5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.

6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.

7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi.

8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.

9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.

10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.

G. PENGKAJIAN

1. Umum :

Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis.

2. Khusus :

a. Usus halus

q Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi

q Distensi ringan

q Mual

q Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal

q Dehidrasi

b. Usus besar

q Ketidaknyamana abdominal ringan

q Distensi berat

q Muntah fekal laten

q Dehidrasi laten : asidosis jarang

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis.

Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Tanda vital normal

b. Masukan dan haluaran seimbang

Intervensi :

c. Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok

d. Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin

e. Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi

f. Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar

g. Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam

h. Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam

i. Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam

j. Pantau elektrolit, Hb dan Ht

k. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi

l. Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat.

m. Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah absorpsi.

n. Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan.

o. Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus.

p. Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan.

q. Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat.

r. Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi

2. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan

Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil : pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut.

b. Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri

c. Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin

d. Berikan periode istirahat terencana.

e. Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.

f. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit.

g. Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan.

h. Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.

Tujuan : pola nafas menjadi efektif.

Kriteria hasil : pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan perlahan.

Intervensi :

a. Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan cepat”

b. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.

c. Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif

d. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam.

e. Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.

Tujuan : ansietas teratasi

Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.

Intervensi :

a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu.

b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan.

c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis.

d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.

e. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001

2. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

3. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998

4. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

5. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001

NEOPLASMA PADA SISTEM PERKEMIHAN

NEOPLASMA PADA SISTEM PERKEMIHAN

A. RENAL KARSINOMA

Tumor renal karsinoma maligna terutama adenocarcinoma menduduki 2% dari semua kanker. Tumor renal maligna yang kecil (adenoma) bisa timbul tanpa membawa kerusakan yang jelas atau menimbulkan berbagai gejala. Carcinoma sel-sel ginjal jarang timbul sebelum orang berusia 40 tahun, lebih sering berjangkit pada usia 50 tahun samapi 70 tahun, terjadi lebih banyak pada pria daripada wanita.

Hematuria merupakan gejala yang paling lumrah pada carcinoma sel-sel renal. Hematuri yang intermitten mengurangi kepedulian orang untuk mencari pertolongan. Setiap orang yang mengalami hematuria harus menjalani pemeriksaan urologi yang lengkap, karena lebih dini diketahui maka peluang sembuh akan lebih bersih. Gejala-gejala lain terdiri dari rasa nyeri tumpul pada bagian pinggir badan, berat badan turun, demam, polycytemia. Mungkin timbul hipertensi karena dampak stimulasi sistem renin angiotensin.

IVP akan memperlihatkan ketidakserasian tepi-tepi ginjal dan memberi gambaran adanya dugaan tumor ginjal. Tumor kecil pada parenkhim tidak akan jelas, tapi bisa diperjelas dengan CT scan. Ct scan juga penting untuk membuat diferensiasi carcinoma sel-sel ginjal dan kista renal. Angiografi juga bisa dikerjakan untuk diferensiasi kista dengan tumor.

Kecuali pada orang yang berisiko jelek untuk bedah atau telah timbul metastase hebat, ginjal dapat diangkat (nefrektomi) dengan cara transabdominal, thoraco abdominal atau retroperitoneal. Yang pertama merupakan yang paling sering dipilih agar menjamin arteri dan vena renal tetap aman dan sebagai pencegahan penyebaran sel kanker ganas.

Setelah bedah tumor maligna diteruskan dengan sensitifitas radigrafi, biasanya pasien mendapatkan serangkaian therapi sinar X. Untuk pengobatan ini tidak perlu hospitalisasi. Radiasi juga dilakukan untuk daerah metastase sebagai pengobatan paliatif bagi mereka yang tidak mungkin bisa dibedah.

Kemotherapi belum memperlihatkan mutu pada pengobatan carcinoma sel-sel kanker. Angka pasien yang bisa tertolong setelah pengobatan tergantung kepada gawatnya metastase. Angka pulih kembali setelah 10 tahun sangat rendah, terutama karena kebanyakan orang tidak berobat pada tingkat dini dan menunggu sampai penyakit sudah sangat lanjut.

B. KARSINOMA KANDUNG KEMIH

Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah kandung kemih. Kanker kandung kemih terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan dengan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% pasien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.

Pada tiga dasawarsa terakhir, kasus kandung kemih pada pria meningkat lebih dari 20 % sedangkan kasus pada wanita berkurang 25%. Faktor predisposisi yang diketahui dari kanker kandung kemih adalah karena bahan kimia betanaphytilamine dan xenylamine, infeksi schistosoma haematobium dan merokok.

Tumor dari kandung kemih berurutan dari papiloma benigna sampai ke carcinoma maligna yang invasif. Kebanyakan neoplasma adalah jenis sel-sel transisi, karena saluran kemih dilapisi epithelium transisi. Neoplasma bermula seperti papiloma, karena itu setiap papiloma dari kandung kemih dianggap pramalignansi dan diangkat bila diketahui. Karsinoma sel-sel squamosa jarang timbul dan prognosanya lebih buruk. Neoplasma yang lain adalah adenocarcinoma.

Kanker kandung kemih dibagi tingkatannya berdasarkan kedalaman tingkat invasifnya yaitu : tingkat O Mukosa, tingkat A Sub Mukosa, Tingkat B Otot, Tingkat C Lemak Perivisial, Tingkat D Kelenjar Limfe.

Hematuria yang tidak disertai rasa nyeri adalah gejala pertamanya pada kebiasaan tumor kandung kemih. Biasanya intermitten dan biasanya individu gagal untuk minta pertolongan. Hematuria yang tidak disertai rasa nyeri terjadi juga pada penyakit saluran kemih yang non malignant dan kanker ginjal karena itu tiap terjadi hematuri harus diteliti. Cystitis merupakan gejala dari tumor kandung kemih, karena tumor merupakan benda asing di dalam kandung kemih.

Pemeriksaan cytologi urine dapat memperkenalkan sel-sel maligna sebelum lesi dapat divisualisasikan dengan cystoscopy yang disertai biopsi. Penentuan klinis mengenai tingkatan invasif dari tumor penting dalam menentukan regimen terapi dan dalam pembuatan prakiraan prognose. Tiap orang yang pernah menjalani pengangkatan papilomma harus menjalani pemeriksaan cystoscopy tiap tiga bulan untuk selama dua tahun dan kemudian intervalnya sedikit dijarangkan bila tidak ada tanda-tanda lesi yang baru. Keperluan pemeriksaan yang sering harus dijelaskan oleh ahli urologi dan harus diperkuat oleh perawat.

Tumor-tumor kecil yang sedikit menjangkiti lapisan jaringan dapat ditolong dengan sempurna dengan fulgurisasi transuretra atau dieksisi. Foley kateter biasanya dipasang setelah pembedahan. Air kemih berwarna kemerahan tetapi tidak terjadi perdarahan gross. Rasa panas saat berkemih dapat diatasi dengan minum yang banyak dan buli-buli hangat pada daerah kandung kemih atau berendam air hangat. Pasien boleh pulang beberapa hari kemudian setelah bedah. Bila tumor tumbuh pada kubah kandung kemih harus dilaksanakan reseksi segmental dari kandung kemih. Sistektomi atau pengangkatan seluruh kandung kemih harus dilaksanakan bila penyakit sudah benart-benar ganas.

Radiasi kobalt eksternal terhadap tumor yang invasif sering dilakukan sebelum bedah untuk memperlambat pertumbuhan. Radiasi supervoltase dapat diberikan kepada pasien yang fisikinya tidak kuat menghadapai bedah. Radiasi bukan kuratif dan mutunya hanya sedikit dalam pengelolaan bila tumor tidak mungkin bisa dioperasi. Radiasi internal jarang dipakai karena efeknya yang berbahaya.

Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan ke dalam kandung kemih sebagai pengobatan topikal. Pasien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam kandung kemih selama dua jam.

C. KARSINOMA PROSTAT

Karsinoma prostat ditemukan secara kebetulan pada waktu prostatektomi, sesudah dilakukan pemerikasaan patologi anatomik. Karsinoma prostat perlu dicurigai bila pada rectal toucher teraba benjolan-benjolan yang keras (indurasi pada satu atau beberapa tempat). Biasanya di lobus posterior. Seringkali penderita datang karena adanya hematuria gross. Hal ini mungkin karena proses penjalaran karsinoma ke arah lumen uretra dan menimbulkan ulcerasi disitu sehingga terjadi perdararahan. Diagnosis diferensialnya adalag batu prostat, TBC prostat, prostatitis kronik. Untuk membedakannya perlu dilakukan biopsi jarum.

Therapi yang umum digunakan adalah triple therapy yaitu prostatektomy, orkidektomy sub kapsuler dan pemberian hormon estrogen.

Kelenjar prostat merupakan tempat yang kedua pada pria untuk pertumbuhan kanker. Terdapat faktor keluarga untuk pertumbuhan penyakit ini. Kanker prostat bertanggung jawab atas 10% dari seluruh jumlah angka kematian pria. Jarang terjadi sebelum usia 50 tahun dan angka semakin meningkat seiring peningkatan usia. Lebih muda penderita terserang, lebih lethal penyakit ini. Walaupun kanker bisa dimulai dimana saja pada kelenjar prostat dan bermulti fokal sumbernya biasanya timbul pada lobus perifer sehingga timbul pada lobus perifer sehingga timbul nodul yang dapat diraba. Deteksi dini pada waktu palpasi memungkinkan pengobatan yang dini juga dan dapat memperbaiki prognosa. Karena alasan tersebut semua pria harus menjalani pemeriksaan rektal tiap tahun.

Kanker prostat biasanya dimulai dengan perubahan pola berkemih, frekuensi, desakan, nokturia akibat membesarnya ukuran kelenjar yang mendesak uretra. Obstruksi uretra yang lengkap dapat terjadi. Hematuria dapat berkembang menjadi anemia.

DIAGNOSA KEPERAWATAN & TINDAKAN PADA PASIEN DENGAN KANKER SALURAN KEMIH

1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.

Tujuan :

- Pasien dapat mengurangi rasa cemasnya

- Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif

- Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan

Tindakan :

- Tentukan pengalaman pasien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya

- Berikan informasi tentang prognosis secara akurat

- Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai

- Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu pasien mempersiapkan diri dalam pengobatan

- Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll

- Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system

- Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman

- Pertahankan kontak dengan pasien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan pasien mengatakan nyeri, pasien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.

Tujuan :

- Pasien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas

- Melaporkan nyeri yang dialaminya

- Mengikuti program pengobatan

- Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin

Tindakan :

- Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas

- Evaluasi therapi : pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan pasien dan keluarga tentang cara menghadapinya

- Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV

- Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.

- Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.

Kolaboratif

- Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan pasien

- Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll

3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan pasien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.

Tujuan :

- Pasien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi

- Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat

- Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya

Tindakan :

- Monitor intake makanan setiap hari, apakah pasien makan sesuai dengan kebutuhannya

- Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan

- Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis

- Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk pasien.

- Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.

- Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga

- Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan

- Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami pasien

Kolaboratif

- Amati study laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin

- Berikan pengobatan sesuai indikasi

Phenotiazine, antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E dan B6, antacida

- Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.

4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.

Tujuan :

- Pasien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada tingkatan siap

- Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut

- Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan

- Bekerjasama dengan pemberi informasi

Tindakan :

- Review pengertian pasien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya

- Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada pasien tentang pengalaman pasien lain yang menderita kanker

- Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan

- Berikan bimbingan kepada pasien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada pasien.

- Anjurkan pasien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya

- Review pasien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal

- Anjurkan pasien untuk mengkaji membran mukosa mulut secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi

- Anjurkan pasien memelihara kebersihan kulit dan rambut

5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi

Tujuan :

- Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi

- Pasien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal

- Pasien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut

Tindakan :

- Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan pasien dan secara periodik

- Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah

- Diskusikan dengan pasien tentang metode pemeliharan oral hygine

- Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras

- Amati dan jelaskan pada pasien tentang tanda superinfeksi oral

Kolaboratif

- Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi

- Berikan obat sesuai indikasi

Anagetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash preparation.

- Kultur lesi oral

6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake

Tujuan :

Pasien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal.

Tindakan :

- Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainse luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.

- Timbang berat badan jika diperlukan

- Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil

- Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada pasien

- Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu

- Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie

- Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah

Kolaboratif

- Berikan cairan IV bila diperlukan

- Berikan therapy antiemetik

- Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin

7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif

Tujuan :

- Pasien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi

- Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal

Tindakan :

- Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama

- Jaga personal hygine pasien secara baik

- Monitor temperatur

- Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi

- Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur

Kolaboratif

- Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets

- Berikan antibiotik bila diindikasikan

8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.

Tujuan :

- Pasien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap seksualitas

- Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan

Tindakan :

- Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya

- Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitas

- Berikan privacy kepada pasien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk.

9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.

Tujuan :

- Pasien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik

- Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan

Tindakan :

- Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.

- Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal

- Ubah posisi pasien secara teratur

- Berikan advise pada pasien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter

D. HIPERTROPI PROSTAT

Istilah ini sebenarnya salah, karena kelenjar prostat tidak mengalami hipertrofi. Yang didapat sebenarnya hiperplasia dari kelenjar periuretral. Kelenjar ini mendesak kelenjar prostat sehingga lama-lama menjadi gepeng dan disebut sebagai kapsul prostat. Untuk mengukur besarnya hipertrofi prostat dapat dipakai pengukuran rectal grading, clinical grading dan intra uretral grading.

Biasanya penyakit ini ditemukan pada pria berusia diatas 50 tahun, dan penyakit ini menyebabkan berbagai macam gangguan obstruksi uretra dan rstriksi aliran urine. Pada fase awal umumnya pasien akan mengeluh kencing terasa tidak puas, pancarannya melemah, nokturia. Pada fase selanjutnya pasien akan merasa panas saat berkemih, dysuria, nokturia tambah hebat dan kemudian pada fase lanjut buli-buli akan penuh, over flow incontinence, pasien menggigil kadang-kadang sampai koma.

Diagnosa Keperawatan & Tindakan

1. Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan bladder berkontraksi ditandai dengan frequency, hesistansi, ketidakmampuan mengosongkan bladder, inkontinensia, distensi bladder, adanya residu urine.

Tujuan :

- Berkemih lancar tanpa terjadi distensi bladder

- Residu urine kurang dari 50 ml tanpa adanya overflow.

Tindakan :

- Anjurkan pasien untuk berkemih setiap 2 – 4 jam dan bila sudah penuh

- Informasikan kepada pasien tentang stress inkontinensia

- Observasi pancaran urine, amati ukuran dan kekuatannya

- Monitor dan catat waktu serta jumlah saat berkemih. Amati menurunnya output urine dan perubahan pancaran

- Perkusi/palpasi area suprapubik

- Anjurkan minum sampai 3000 ml setiap hari bila tidak terdapat intolenransi jantung

- Monitor vital signs. Observasi hipertensi, peripheral/dependen oedema. Berat badan diukur setiap hari dan pertahankan intake dan output secara akurat

- Berikan perawatan cateter dan perineal

- Berikan rendaman duduk sesuai indikasi

Kolaboratif

- Berikan pengobatan sesuai indikasi

Antispasmodik misalnya oxybutynin chloride, rectal suppositoria, antibiotik dan antimikrobial, phenoxybenzamine.

- Kateterisasi urine atau pasang kateter foley sesuai indikasi

- Monitor hasil laboratorium sperti BUN, Creatinine, Elektrolite, urinalisis dan kultur.

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa : distensi bladder, renal colic, infeksi saluran kemih, therapi radiasi ditandai dengan pasien menyatakan nyeri (bladder/rectal), penurunan tonus otot, grimase, distraksi, kelelahan, respon otonomik.

Tujuan :

- Nyeri berkurang atau terkontrol

- Pasien merasa rileks

- Pasien dapat tidur dan beristirahat dengan tenang

Tindakan :

- Kaji nyeri, amati lokasi dan intensitasnya (skala 0 – 10), durasi

- Pertahankan bedrest jika diindikasikan

- Pertahankan rasa nyaman pada pasien misalnya menolong pasien mencari posisi yang nyaman, menganjurkan tehnik relaksasi/nafas dalam serta aktivitas diversional

- Anjurkan rendaman duduk

Kolaboratif

- Lakukan kateterisasi untuk drainase urine

- Lakukan masase prostat

- Berikan pengobatan sesuai indikasi

Narkotik (meperidine), antibakterial (methenamine hippurate), antispasmodik dan sedative bladder.

3. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan diuresis postobstruktive dari drainase, endokrin, ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi renal)

Tujuan :

Mempertahankan hidrasi secara adekuat yang ditandai vital signs stabil, pulse periferal teraba, capilary refill baik, dan mukosa membran yang normal.

Tindakan :

- Monitor output secara hati-hati, setiap jam bila diindikasikan.

- Anjurkan pasien meningkatkan intake oral sesuai kebutuhan individual

- Monitor tekanan darah dan denyut nadi secara teratur. Evaluasi kapilary refill dan membran mukosa mulut.

- Berikan bedrest dengan kepala ditinggikan

Kolaboratif

- Monitor elektrolit, khususnya sodium

- Berikan cairan IV (hipertonik saline) jika diperlukan

4. Cemas / Takut berhubungan dengan perubahan status kesehatan : pada prosedur bedah, kehilangan kepercayaan diri terhadap kemampuan seksual ditandai dengan peningkatan ketegangan, keragu-raguan, mencemaskan konsekwensi yang tidak logis.

Tujuan :

- Pasien dapat rileks

- Mengungkapkan informasi yang akurat tentang keadaannya

- Menunjukkan penurunan kecemasan & ketakutan

Tindakan :

- Berikan perhatian kepada pasien, ciptakan hubungan saling percaya dengan pasien dan support person.

- Berikan informasi tentang prosedur spesifik, kateterisasi, urine berdarah, iritasi bladder. Berikan informasi sesuai kebutuhan pasien.

- Informasikan sebelum melakukan prosedur dan pertahankan privacy pasien

- Anjurkan pasien dan keluarga mengungkapkan perasaannya

5. Deficit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya kemampuan menangkap informasi, misinterpretasi, tidak terbiasa dengan sumber informasi ditandai dengan pasien bertanya-tanya, mengungkapkan problemnya secara verbal/nonverbal, tidak akurat dalam mengikuti intruksi.

Tujuan :

- Pasien dapat mengungkapkan pengertian terhadap proses penyakit dan prognosa

- Mengidentifikasi tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakitnya

- Mempunyai inisiatif perubahan gaya hidup yang menunjang penyembuhan penyakitnya

- Berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan

Tindakan :

- Review proses penyakit, prognosa, tanda dan gejala serta pengobatannya

- Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasan dan tingkat perhatian terhadap penyakitnya

- Beri informasi bahwa penyakitnya tidak menular melalui hubungan seksual

- Rekomendasikan kepada pasien untuk menghindari makanan pedas, kopi, alkohol, mengendarai sepeda motor dalam jangka waktu lama.

- Berikan informasi tentang hubungan seks, hindari pada fase akut tetapi akan lebih baik pada fase kronik.

- Dukung pasien untuk mengikuti pengobatan secara teratur termasuk latihan rectal dan urinalisis.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.

(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya