ISLAM DAN PENDEKATAN RASIONAL



Banyak orang berkata, bahwa agama kita adalah agama rasional, bagi agama kita ini tampaknya memang wajar dan tidak keliru. Tampaknya memang hanya islam satu – satunya agama yang dapat menyandang julukan Agama rasional, sebab berbeda dengan agama – agama lainnya, doktrin – doktrin Islam didasarkan pada dalil – dalil yang dapat diterima akal.

Agama kita sangat menghargai akal dan menempatkan akal ditempat yang penting dan terhormat. Allah Swt, juga memerintahkan manusia senantiasa menggunakan akal. Dalam kitab suci Al – Quran bertebaran ayat – ayat yang menyuruh kita menggunakan akal. “Afalaa tatafakarun?” kenapa kamu tidak befikir ? “Afalaa taqilun ?” tidakkah kamu menggunakan akal? Dan lain sebagainya banyak ayat – ayat yang demikian dapat kita temukan dalam AlQuran.

Bahkan selain itu Ali bin Abi Thalib berkata: “Addinu ‘aqlun la dina liman la aqla lahu,” yang artinya : “Agama itu akal, tidak ada agama bagi orang yang tak berakal.”

Sesungguhnya agama itu bukanlah semata – mata akal. Memang kita harus mengakui, akal sangat penting perannya dalam islam. Tetepi Islam bukanlah semata- mata akal.

Sekiranya Islam semata – mata akal, barangkali samalah artinya Islanm itu sekedar semacam ilmu pengetahuan yang merupakan produk akal.

Kata – kata Ali bin Abi Thalib : Agama itu akal, tidak ada agama bagi orang yang tak berakal, paling tinggi hanyalah memberi peringatan, bahwa akal itu sangat besar perannya dalam Islam, sehingga bagi orang yang tak waras atau tak sempurna akalnya memang tak mungkin beragama.

Ilmu apapun dapat kita hadapi dengan akal, sebab ilmu apapun memang produk akal. Tetapi agama tidak demikian halnya. Kita tidak bisa menyikapi ajaran – ajaran agama kita semata – mata hamya dengan akal kita. Kita, bahkan barangkali siapapun juga, tidak mungkin beragama dan beriman hanya semata – mata dengan modal kecerdasan akal.

Dalam riwayat Bukhori – Muslim :
“Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau ini adalah satu batu yang tak memeberi mudharot atau manfaat. Dan sungguh sekiranya tidak aku lihat Rasulullah Saw. Mencium engkau, tentulah aku juga tidak mencium engkau.”

Inilah kata – kata Syadina Umar Ibnul Khattab yang diucapkannya sewaktu akan mencium Hajar Aswad dalam rangka ibadah haji.ini bukti bahwa agama bukan semata – mata akal.

Dalam sejarah Islam kita dapat bertemu deanga sejumlah tokoh yang dengan akalnya sesungguhnya telah mengakui bahwa Muhammad Rasulullah adalah betul seorang Nabi dan bahwa agama yang dibawanya agama haq dan benar. Namun demikian mereka toh tidak masuk Islam dan tidak mau mengakui Nabi Muhammad sebagai Nabi.

Kita ketahui, Abu Jahal maslnya, seorang musuh Islam nomor wahid dimasa Rasulullah. Dia bukannya tidak mengerti terhadap kenabian Muhammad dan ajaran – ajaran yang diserukannya. Dengan akalnya ia sesungguhnya mengakuinya juga bahwa Muhammad itu orang yang berbudi luhur, tanpa cacat, tidak pernah bohong atau dusta, sehingga ajaran – ajarannya pun juga bukan sesuatu kebohongan tetapi sesuatu yang baik, haq dan benar.

Namun sampai nafasnya yang terakhir, Abau Jahal toh tak masuk islam dan tak beriman. Dia tetap menempatkan dirinya dan pengikut – pengikutnya sebagai musuh islam yang ganas dan berbahaya.

Kita ketahui juga Heraculius, raja Romawi timur yang berkuas tahun 610 – 630 Masehi. Raja yang Nasrani ini bukannya tidak kenal siapa Nabi Muhmmad, sampai maliputi silsilah keturunannya, tingkah lakunya, keadaan para pengikut Muhammad, ajaran yang diajarkannya, dan lain sebagainya. Melalui tokoh Abu Sofyan saemuanya diketahuinya.

Dia juga telah merenung berpikir untuk membenarkan kenabian Nabi Muhammad dan kebenaran agama yang dibawanya, sebab semuanya cocok persis dengan apa yang disebutkan dalam kitab Taurat dan Injil. Dlam sepucuk surat balasannya yang dikirim kepada Rasulullah, dia bahkan berkata : “…. Sesungguhnya saya adalah muslim, tetapi saya kalah pengaruh ….”

Tetapi menanggapi surat Herculius ini, Rasulullah berkata tegas :…. Herculius berdusta! Dia bukan seorang muslim….”

Herculius tidak masuk islam. Dia ridak bergeser dari agamanya yang lama. Padahal akal dan fikirannya berkata: bahwa Muhammad memang betul Nabi dan apa yang diajarkannya haq dan benar.

Kemudian raja negri Yamanah yang bernama Hudzah bin Ali juga bernasib sama seperti Heraclius dan Abu Jahal. Dia mendapat surat dari Nabi yang mengajarkan untuk masuk Islam. Dia juga mendapat advis dari seorang pembesar Nasrani yang kebetulan waktu itu hadir: “Mengapa tuan tidak mau menerima ajakan Rasulullah itu ?” Hudzah bin Ali menjawab: “Kalau saya menerimanya, berarti saya tidak menjadi Raja lagi. Bahkan kebalikannya,” jawab pembesar Nasrani itu. “Kalau tuan menerimanya, tuan akan tetap menjadi Raja. Lebih baik tuan menerimany, karena saya liaht dialah Utusan Allah yang disebutkan Isa Al Masih itu.”

Tetapi raja Yamanah yang takut kehilangan kekuasaannya ini mempunyai perhitungan lain. Dalam surat balasan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad dia berkata: “Alangkah baiknya dan mulianya apa yang tuan serukan itu. Tetapi orang – orang arab menghormati kedudukan saya, karena itu berikanlah kepada saya sesuatu, supaya saya dapat mengikuti tuan.”

Menaggapi surat balasan dari Raja Yamanah ini Rasulullah bersabda: “Andaikata dai meminta sepotong tanah pun, tidak akan saya berikan. Dia akan lenyap dam binasa dengan segala kekuasaannya!”

Hudzah Bin Ali tidak mau masukIslam. Dia tetap kafir. Dia seorang pejabat yang ambisius yang takut kehilangan jabatan. Padahal akalnya telah mengakui alangkah baiknya dan alangkah mulianya Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Jelaslah semuanya ini membuktikan, bahwa denag akal saja sama sekali buakan jaminan bahwa seorang dapat menjadi seorang muslim. Dengan fikiran saja sama sekali bukan jaminan bahwa seseorang bisa menjadi seorang mukmin. Jadi Islam memang bukan semata – mata akal.

Mungkin dalam hati kita bertanya - tanya : “Apa yang tidak beres dalam perkara seperti ini ? akal diakuimemiliki kedudukan sangat penting dalam Islam, tetapi kenapa banyak kali ia tidak bisa berfungsi membawa seseorang kepada Islam, kepada iman atau juga kepada kebenaran dan kebajikan?”.

Tidak jarang terjadi, pejabat – pejabat kaliber kakap yang banyak merugikan negara, kadang- kadang justru terdiri dari orang yang tajam akalnya dan tinggi ilmunya. Artinya dengan akal dan pengetahuannya mereka sudah mengerti bahwa yang mereka lakukan adalah buruk dan jahat. “Tetapi kenapa mereka tetap berbuat jahat juga?.” “Apa rahasia semua ini dan dimana letak rahasianya?.”

Dalam hal ini, kita tidak boleh melupakan satu hal yang merupakan faktor penentu bagi segala – galanya. Satu hal itu adalah hidayah atau petunjuk dari hadirat Allah Swt.

Segala apa yang ada di tangan manusia, apakah itu bernama akal fikiran, apakah itu bernama ilmu pengetahuan, harta benda, pangkat dan kedudukan dsn lsin sebagainya, semuanya tidak akan ada gunna dan faedahnya mengantarkan seseorang kepada Islam dan iman, sekiranya faktor apa yang bernama hidayah ini tidak ada.

Dan hidayah hanyalah kepunyaan Allah, karena itu ia juga hanya datang dari hadirat Allah Swt, bukan dari lainnya. Karena itu dalam kitab suci Al Quran disaebutkan:

“kami sekali – kali tidak akan mendapat hidayah atau petunjuk, sekiranya Allah tidak meemberi petunjuk.”(Al Araf 43).

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi hidayah kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah lah yang memeberi h idayah kepada siapa yang dikehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang – orang yang mau menerima hidayah.”(Al Qashaa 56)

Faktor lain lagi yang besar pengaruhnya dalam mendekatkan seseorang kepada Islam dan Iman ialah faktor kesucian jiwa dan kebersihan pribadi dari dosa – dosa. Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa oran yan berbuat dosa dan tidak segera bertaubat dari dosanya itu, timbul satu bintik hitam dalam hatinya. Bintik hitam ini makin membesar menutupi sekujurnya hatinya kalau dosa yang pertama disusul dengan dosa – dosa yang berikutnya. Maka sekujur hati menjadi hitam kusam, menjadi kotor dan berkarat. Perasaan menjadi mati, hati menjadi tertutup dan tidak terbuka lagi terhadap petunjuk kebenaran yang datang. Orang kotor begini tidak sensitf kepada hidayah Allah dan sulit dapat dibawa kepada kebenaran dan kebaikan.

Dalam Al Quran diterangka, bahwa kalau orang – orang yang hatinya kotor berkarat seperti ini dibacakan keterangan – keterangan darai Allah, mereka tidak mau percaya, bahkan berkomentar: “Ah, itu hanyalah dongeng – dongeng orang jaman dahulu!”.

Dalam buku “The Preaching of Islam” karangan Thomas Walker Arnold disebutkan, bahwa pendekatan secara Ritual jadi bukan secara Rasional juga besar pengaruhnya dalam membawa orang kepada Iman dan Islam. Dalambuku itu disebutkan riwayat Said in Hassan seseorang yahudi dari Alexandria yang masuk islam pada tahun 1298 melalui pendekatan ritual, yakni pendekatan Ubudiyah, khususnya shalat Jumat.

Mula – mulanya ketika Said bin Hassan jatuh sakit, dia bermimpi dan suara yang mengajaknya masuk islam. “Waktu aku masuk masjid” demikan Said menerangkan kisah pengalamannya “ dan menyaksikan kaum muslimin berdiri berjajar dalam shaf bagaikan malaikat, aku mendengar suara dalam diriku: inilah umat yang kedatangaanya telah dinubuatkan oleh para nabi. Dan ketika Khatib naik ke mimbar dalam pakaian jubahnya, hatiku menjadi sangat terpesona. Khatib itu mengakhiri khutbahnya denagn kata kata:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerbat (apa yang mereka perlukan) danmelarang berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dan memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambilpelajaran (An Nahl 90). Ketiak shalat akan dimulai, aku merasa terangkat melayang, sebab barusan shaf kaum muslimin tampak bagaikan barisan malaikat, melalui mana tuhan yang maha tinggi menyatakan dirinya, dan aku mendengar suara dalam diriku berkata: Jika Tuhan berfirman dua kali kepada bangsa Yahudi sepanjang masa, maka sesungguhya kepada umat Islam ini Tuhan berbicara pada setiap waktu shalat. Lalu akuj pun menjadi yakin, bahwa aku telah ditakdirkan menjadi seorang muslim.” Demikian kisah yang dimuat dalam The Preaching Of Islam, buku tentang sejahtera da’wah Islam di dunia yang sangat berharga.

Kesimpulannya bahwa agama kita memang benar agama rasional yang doktrin – doktrinnya ditegakan atas dalil yang dapat diterima akal. Dalam Islam akal memperoleh tempat yang terhormat dan memainkan peranan yang penting.

Namun begitu, Islam bukanlah semata – mata akal. Karena itu dalam memepelajari Islam untuk bisa beriman dan menangakap kebenaran ajaran – ajarannya kadang – kadang tidak cukup sekedar dengan pendekatan yan bersifat rasional melulu dan filosofis semata – mata.

Jalan untuk beriman kepada Islam perlu juga kita tempuh melalui pendekatan – pendekatan yang lain misalnya, pendekatan ritual dengan melaksanakan bidang peribadatannya. Dan semuanya itu hendaknya kita dukung dengan pribadi dan jiwa kita yang bersih dan suci dari segala perbuatan yang dapat mengotorinya. Janganlah dimatikan hati kita dengan kemaksiatan. Kemudain kita hendaknya berdoa mengharapkan taufiq dan hidayah dari Allah Swt, sebab tnapa taufiq dan petunjuk hidayah – Nya segala jalan akan tertutup.

0 komentar:

Posting Komentar